SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Komisi IX DPR RI secara resmi mendukung rencana pencabutan moratorium pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi. Keputusan ini diambil setelah Rapat Kerja dengan Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Ketua Rapat Komisi IX, Charles Honoris, menegaskan bahwa dukungan ini diberikan dengan sejumlah catatan penting, terutama terkait jaminan perlindungan bagi para pekerja.
“Komisi IX DPR RI mendukung pencabutan moratorium dengan catatan KemenP2MI harus memastikan prinsip perlindungan maksimal terhadap PMI,” ujar Charles, Senin (28/4/2025).
Syarat Utama: Perlindungan dan Hak Pekerja
Menurut Charles, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum pengiriman pekerja dilanjutkan, antara lain:
- Adanya perjanjian kerja yang adil dengan pemberi kerja berbadan hukum
- Sistem pemantauan dan evaluasi yang jelas
- Jaminan sosial bagi pekerja
- Upah minimum dan jam kerja yang layak
- Kepastian hak-hak PMI yang terintegrasi dengan sistem pemerintahan Arab Saudi dan sesuai hukum internasional
“Tanpa jaminan itu, pencabutan moratorium justru akan membahayakan PMI kita,” tegas Charles.
Dorongan untuk Perjanjian G-to-G dengan Arab Saudi
Komisi IX juga mendesak KemenP2MI segera menyusun dan menandatangani perjanjian kerja sama bilateral (Government to Government/G-to-G) dengan pemerintah Arab Saudi.
“Perjanjian ini krusial untuk memastikan perlindungan PMI di Arab Saudi sekaligus menjadi landasan hukum yang kuat dalam kerja sama,” kata Charles.
Perbaikan Tata Kelola dan Bantuan Hukum
Selain itu, Komisi IX meminta KemenP2MI memperbaiki sistem perlindungan pekerja migran di semua tahap, mulai dari sebelum keberangkatan, selama bekerja, hingga setelah pulang.
“Kami juga mendesak agar ada bantuan hukum nyata bagi PMI yang mengalami masalah hukum di negara tujuan,” tambah Charles.
Perangi Penempatan Ilegal dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)
Komisi IX menyoroti pentingnya memperkuat upaya pencegahan terhadap calon pekerja migran Indonesia (CPMI) yang berangkat secara non-prosedural atau menjadi korban TPPO.
“Pemerintah harus lebih agresif mencegah praktik ilegal ini, bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait,” ujar Charles.
KemenP2MI didorong untuk membentuk sistem pencegahan yang lebih ketat, termasuk pengawasan rekrutmen ilegal, patroli dunia maya, hingga edukasi bagi masyarakat.
(Anton)