SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengubah nama kawasan wisata Kota Tua kembali menjadi Batavia. Anies mengungkap alasan pengubahan nama tersebut.
Anies menyebut pihaknya merancang ulang kawasan Kota Tua menjadi kota masa depan. Nama Batavia disebut dipilih karena mencerminkan masa lalu, tapi dirancang dan dikemas sebagai kota modern masa depan.
“Kota ini kawasan ini disebut Kota Tua, tapi kita rancang ulang sehingga Kota Tua ini menjadi kota masa depan, namanya Batavia mencerminkan masa lalu, tapi konsepnya mencerminkan kota modern masa depan. Itu yang sedang dibangun di tempat ini,” kata Anies dalam sambutannya di acara pembukaan kembali kawasan Kota Tua dan Groundbreaking CP202 MRT, di Kota Tua, Jakarta Barat, Sabtu (10/10/2022).
Batavia sendiri diketahui merupakan nama asli dari kawasan Kota Tua Jakarta. Anies mengatakan saat ini kawasan tersebut telah kembali dibuka.
“Jadi ini adalah pembukaan kembali kawasan Kota Tua Jakarta. Kawasan Kota Tua ini kita namai kawasan Batavia sebagaimana nama aslinya dulu. Ini adalah Batavia,” tuturnya.
Lebih lanjut, Anies menyebut kawasan Kota Tua yang telah direvitalisasi menjadi jalur pedestrian akan memberikan banyak ruang bagi pejalan kaki. Dia berharap masyarakat dapat merasakan perjalanan lintas waktu saat berkunjung ke Kota Tua.
“Di sisi lain kita juga menyaksikan dengan dibangun sebagai kawasan pejalan kaki yang luas sekali dan dengan jalur sepeda nantinya kita berharap warga datang ke sini bisa menikmati perjalanan kota ini lintas waktu,” katanya.
“Hampir 400 tahun keberadaan tempat ini, bangunan-bangunannya berusia cukup panjang, jadi perjalanan ke sini adalah sebuah perjalanan merasakan masa lalu tetapi konsepnya konsep yang modern,” imbuhnya
Namun, langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang mengubah penamaan kawasan Kota Tua menjadi Batavia dikritik Sejarahwan Andi Ichsan.
Andi juga mempertanyakan dasar kajian yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta sebelum melakukan perubahan nama itu. Sebab, ia menilai langkah tersebut kurang tepat apabila tujuannya hanya sebagai penanda kawasan bersejarah semata.
“Menjadi pertanyaan adalah tujuan Pak Gubernur melalukan perubahan nama ini apa. Kalau pengingat sejarah, mau merujuk sejarah yang mana,” ujarnya.
Andi mengatakan sejarah kawasan Kota Tua tidak hanya sebatas pada nama Batavia semata. Meskipun diakuinya nama itu paling melekat sejak digunakan sebagai markas dagang VOC oleh pemerintah Hindia-Belanda.
Ia menjelaskan sebelum dikenal dengan Batavia, sejarah penamaan Jakarta dimulai dengan Sunda Kelapa ketika masih dikuasai oleh kerajaan Hindu Pajajaran pada 1950-1980.
Nama tersebut kemudian beralih menjadi Jayakarta usai Pangeran Fatahillah berhasil mempertahankan Sunda Kelapa dari gempuran Bangsa Portugis. Nama Jayakarta itulah, yang menururtnya kemudian mendunia setelah jalur perdagangan semakin bertambah.
“Jadi rujukan sejarah nama kota Jakarta itu ada banyak. Sekarang yang harus diperjelas kenapa memilih nama itu, apa alasannya,” jelasnya.
Di sisi lain, ia menuturkan bahwa nama Batavia sejatinya memang erat dengan kolonialisme Belanda. Sebab, penamaan Batavia dilakukan dewan pimpinan VOC usai membumihanguskan Jayakarta pada 30 Mei 1619 silam.
Penamaan Batavia, kata dia, dilakukan VOC untuk mengenang Suku Batavier yang merupakan nenek moyang bangsa Belanda.
“Sehingga kalau dibilang erat dengan kolonialisme itu memang betul. Karenanya kalau cuma untuk penanda agak kuran tepat,” tuturnya. (wwa)