SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Direktur Eksekutif IndoBarometer Muhammad Qodari mengatakan banyaknya dukungan partai politik kepada pasangan calon kepala daerah dan wakilnya tidak selalu berbanding lurus dengan suara parpol. Dengan demikian, kepentingan pasangan calon kepala daerah tidak mutlak ditentukan oleh banyaknya dukungan partai politik kepada calon.
“Dari hasil survei pemilih parpol yang setia kepada keputusan partainya hanya 20 – 40 persen di Indonesia. Semua tergantung kepada kandidat calon. Tidak sama dengan Amerika Serikat, yang selalu sama dengan jumlah pendukungnya dalam setiap pemilihan,” kata Qodari dalam diskusi dialektika demokrasi bertajuk ‘Dinamika Politik Menjelang Pilkada 2017’ di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (22/9/2016).
Qodari menjelaskan, ada tiga hal yang mempengaruhi sikap pemilih terhadap partai yang akhirnya mempengaruhi partai, yaitu parpol memiliki kemampuan logistik cukup, ada juga parpol yang hanya menunggu logistik, dan ada parpol tidak tergantung oleh logistik.
Dia menggaransi kecuali Partai Keadilan Sejahtera (PKS) karena partainya berbasis kader, partai-partai lain masih sangat cair sikap pemilihnya. “PKB misalnya, meski deklarasi mendukung Yusril Ihza Mahendra – Saefullah, pemilihnya bisa jadi lebih banyak yang mendukung Ahok. Jadi, belum ada parpol yang solid kecuali PKS,” jelas Qodari.
Qodari mengatakan keberhasilan juga dipengaruhi oleh soliditas parpol pengusung calon. Untuk Pilkada Serentak Pilgub DKI Jakarta, yang banyak mendapat perhatian publik, dia mengimbau agar partai-partai pengusung tidak terlalu berseteru tentang siapa yang berhak menjadi pemegang kendali koalisi. “Jangan sampai terjadi dua kubu pengusung yaitu PDIP dan pengusung awal yaitu NasDem, Hanura, dan Golkar,” katanya.
Sebisa mungkin kubu-kubuan diantara parpol dihindari agar tidak terjadi konflik antar parpol pengusung. “Juga mengenai Timses-nya, apakah tetap Nusron Wahid (Golkar), atau dari PDIP? Untuk itu jangan sampai terjadi konflik parpol pengusung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) – Djarot dalam menghadapi poros Cikeas (Demokrat, PKB, PPP, dan PAN), dan poros Sandiaga Uno – Mardani (Gerindra – PKS),” katanya.
Wakil Sekjen DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid berharap pilkada serentak pada 15 Februari mendatang, dan pilkada di DKI Jakarta khususnya berlangsung tanpa isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), karena masyarakat saat ini sudah cerdas. Hanya saja Pilkada kali ini serasa Pilpres 2014.
“PKB, PPP, Demokrat dan PAN kini ingin mempunyai cagub dan cawagub yang bisa kalahkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Sikap PKB ini diputuskan setelah melihat warga DKI Jakarta, menginginkan gubernur yang baru. Tapi, Ahok memang mampu menyatukan lawan-lawan politiknya di Pilkada DKI ini,” tegas Jazilul.
Jazil sapaan akrab anggota Fraksi PKB DPR ini mengakui, partai selalu diidentikkan dengan parpol Islam yang dalam setiap pemilu, meski mempunyai modal sosial yang kuat, namun selalu menghadapi kesulitan akan keuangan. “Tapi, kita buktikan di DKI ini nanti, apakah ditentukan oleh suara bumi atau suara langit?” kelakarnya.
Ketua DPP Partai NasDem Syarif Abdullah Alkaderi mengakui untuk menyatukan kepentingan diantara partai koalisi bukanlah hal mudah dalam waktu singkat seperti di Pilkada DKI dimana NasDem sudah sejak awal bersama Partai Hanura dan Golkar mengusung Ahok. Kemudian, PDI Perjuangan mendklarasikan bergabung dalam koalisi mendukung Ahok.
“Tapi, kita berharap jangan sampai terjadi seolah-olah Ahok ini diusung oleh satu partai, dan parpol pendukung tidak menonjolkan ego masing-masing,” katanya.(EKJ)