SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno memimpin Rapat Tingkat Menteri (RTM) yang membahas langkah-langkah antisipasi menghadapi potensi cuaca ekstrem di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Rapat yang berlangsung di Kantor Kemenko PMK, Jakarta pada Selasa pagi ini juga dihadiri oleh sejumlah pejabat penting, termasuk Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Kusworo, serta pejabat pemerintah daerah terkait, seperti PJ Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi.
Rapat ini digelar untuk memastikan kesiapan pemerintah menghadapi potensi dampak dari cuaca ekstrem, khususnya bencana hidrometeorologi basah, yang dapat berisiko menyebabkan banjir di wilayah Jabodetabek selama puncak musim hujan.
Mengantisipasi Dampak Cuaca Ekstrem
Dalam sambutannya, Pratikno menekankan bahwa potensi curah hujan sangat tinggi di beberapa wilayah seperti Sumatera dan Jawa, serta kemungkinan terjadinya banjir di Jabodetabek yang sudah mulai terasa di beberapa daerah seperti Sukabumi dan Cianjur.
“Kemungkinan bencana hidrometeorologi di wilayah Jabodetabek sangat tinggi. Kita harus antisipasi potensi curah hujan yang sangat tinggi, dan untuk kemungkinan banjir di wilayah Jabodetabek yang sudah mulai terasa di Sukabumi, Cianjur, dan seterusnya,” kata Pratikno.
Ia juga mengingatkan semua pihak untuk tidak lengah, mengingat pengalaman bencana di tahun-tahun sebelumnya. Pada 2014, 2015, 2019, dan 2020, wilayah Jabodetabek mengalami banjir besar yang menyebabkan kerugian jiwa dan harta benda.
Banjir yang Pernah Memakan Korban Jiwa
Pratikno mengungkapkan data penting dari bencana banjir di masa lalu yang perlu dijadikan pelajaran. Banjir 2014 tercatat menyebabkan 23 korban jiwa dan 122 ribu pengungsi, sedangkan bencana 2020 menelan 19 korban jiwa dan mengungsi lebih dari 36 ribu orang. Menurutnya, dampak yang ditimbulkan oleh bencana tersebut sangat besar dan memerlukan antisipasi yang matang dari semua pihak.
Perhatian Khusus pada Pengungsi
Selain mengantisipasi bencana banjir, Pratikno juga mengingatkan agar perhatian terhadap para pengungsi tidak dilupakan. Pengungsian akibat banjir seringkali melibatkan puluhan ribu orang, dan kebutuhan logistik serta tempat tinggal yang aman menjadi tantangan besar dalam menghadapi bencana tersebut.
“Kita juga perlu memperhatikan pengungsi. Di tahun 2014, jumlah pengungsi mencapai 122 ribu orang, sementara di 2020 ada 36 ribu pengungsi. Ini artinya, langkah antisipasi sangat penting,” ujarnya.
Peringatan Dini BMKG
Sebelumnya, BMKG telah mengeluarkan peringatan dini mengenai potensi cuaca ekstrem di wilayah Jabodetabek dan beberapa wilayah lainnya di Indonesia. Peringatan ini terkait dengan adanya Bibit Siklon Tropis 91S yang terpantau di barat daya Banten, serta puncak musim hujan yang diperkirakan berlangsung hingga Maret 2025.
Koordinasi Pemerintah dan Masyarakat
Melalui rapat koordinasi ini, diharapkan terjalin kerja sama yang lebih erat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. Pratikno menegaskan bahwa kesiapan dari seluruh pihak sangat penting untuk menghadapi cuaca ekstrem ini. Pemerintah pusat akan terus melakukan pemantauan dan memastikan bahwa infrastruktur dan sistem peringatan dini berfungsi dengan baik, agar masyarakat dapat memperoleh informasi secara cepat dan akurat.
“Koordinasi yang baik antara pemerintah, daerah, dan masyarakat sangat penting. Kita harus menghadapi potensi bencana ini dengan kesiapan yang maksimal,” tutup Pratikno.
Rapat ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang jelas tentang langkah-langkah yang perlu diambil oleh semua pihak untuk mengurangi dampak buruk dari cuaca ekstrem yang sedang berlangsung.
(Anton)