SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Masyarakat diminta untuk mewaspadai serta tidak mudah diperdaya oleh investasi ilegal, demikian ditegaskan Ketua Umum APLI, Ir. Joko Komara di sela-sela Seminar Nasional yang bertemakan Katakan Tidak Pada Investasi Ilegal, yang di helat di Ritz Hotel, Mega Kuningan.
Hal tersebut mengingat kerap masyarakat dirugikan oleh maraknya praktek penipuan berkedok investasi, tabungan, arisan, investasi emas, asuransi dan sebagainya. Oleh karenanya, lanjut Joko, penipuan berkedok investasi dapat dilihat ketika para pesertanya yang telah menanamkan uang diminta mencari anggota baru dan diimingi komisi dengan skema ponzi atau skema piramida.
Skema ponzi dan skema piramida yakni modus investasi palsu yang membayarkan keuntungan kepada investor dari uang mereka sendiri atau uang yang dibayarkan oleh investor berikutnya. Dan bukan dari keuntungan yang diperoleh oleh indivldu atau perusahaan.
Selain skema ponzi dan skema piramida lebih mengutamakan perekrutan anggota barunya. Dengan demikian anggota lama disubsidi oleh anggota baru hingga akhirnya sampai ke level paling bawah dimana anggotanya akan mengalami kesulitan yang pada akhirnya sistem menjadi collapse/berhenti.
Sementara Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal BKPM, Ir. Lestari Indah MM, dalam kesempatan yang sama juga menekankan masyarakat untuk mempelajari setiap model investasi yang ditawarkan. Silakan berkonsultasi ke lembaga-lembaga seperti APLI ini atau langsung datang ke Kementerian yang berkaitan dengan penawaran tersebut.
Sedangkan di lain sisi sesungguhnya perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang penjualan langsung oleh BKPM telah dijembatani dengan dikeluarkannya SIUPL. Sehingga legal standingnya jelas dan benar, tentunya setelah diuji dahulu secara kode etik oleh Kementerian Perdagangan, lanjut Indah.
Seminar Nasional yang dihadiri 500 peserta ini dan diketuai oleh Ina H Rachman SH, MH sebagal Legal Consultant APLI, mengungkapkan juga meski telah ada UU No.7 tahun 2014 tentang Perdagangan yang mengatur dan menjerat pelaku skema piramida dengan sanksi pidana penjara dan denda yang sangat berat. Namun UU ini tidak bisa digunakan untuk pelaku skema ponzi, karena skema piramida dan ponzi adalah dua skema yang berbeda secara hukum.
Oleh karena itu, jelas Ina Rachman, seminar nasional ini sekaligus semakin memperkokoh koordinasi pencegahan dan pemberantasan praktek investasi illegal serta agar lebih menyatukan persepsi, visi dan mlsi penegakan hukum agar lebih efektif dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap potensi kerugian yang dlakibatkan oleh penawaran investasi maupun penghimpunan dana oleh pihak yang tidak bertanggung jawab serta pencegahannya.
Tentunya membutuhkan kordinasi dengan para pihak seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan lnformatika, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, Bappebti, Badan Koordinasl Penanaman Modal (BKPM), dan Otoritas Jasa Keuangan secara terpadu, harap Ina Rachman.
Keseriusan dan komitmen APLI terhadap upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan praktek investasl ilegal dan sistem skema piramida dan skema ponzi, tambah Ir. Joko Komara, terwujud dengan ditandatanganinya MOU antara APLI dengan Satgas Waspada lnvestasi OJK. Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan lnformatika, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kejaksaan Agung, Kepolisian Rl, Bappebti, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pada 3 Agustus 2016 lalu.
Selain APLI aktif mendukung upaya penegakan hukum, khususnya yang terkait dengan skema piramida, seperti membantu memberikan keterangan ahli dalam perkara G. Goenawan dengan dijatuhi pidana penjara 12 tahun dan denda Rp. 10 Miliar oleh PN Jayapura, dan telah dikuatkan oleh Putusan PT Jayapura, serta berbagai kasus serupa lainnya seperti kasus investasi illegal (money game) yang sedang dalam proses sidang yaitu kasus Dream for Freedom, yang mana APLI menjadi saksi ahli dalam menilai marketing plannya.
Praktek-praktek investasi bodong sebenarnya sudah ada sejak puluhan tahun yang Iaiu. Berdasarkan data kerugian masyarakat akibat investasi bodong sejak tahun 1975 hingga Agustus 2016 mencapai jumlah yang fantastis yakni Rp 126,5 triliun. Dan jumlah pengaduan masyarakat terkait investasi bodong hingga saat ini kurang lebih sebanyak 2.772 kasus.
Akan tetapi ironisnya penegakan hukum terhadap para pelaku investasi ilegal seringkali terjadi perbedaan persepsi sehingga hanya dijerat oleh pasal-pasal pidana dalam KUHPidana secara konvensional dengan ancaman pidana yang rendah, sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi pelakunya. Bahkan tidak jarang yang lolos dari jerat hukum.
Faktanya jerat hukum di Indonesia belum mampu secara maksimal mencegah timbulnya penipuan investasi ilegal semacam ini. Aparat penegak hukum pun belum dapat segera mengambil Iangkah-Iangkah hukum yang cepat dan efektif. Khususnya aturan hukum yang jelas yang mengatur tentang pemulihan kerugian masyarakat yang menjadi korban penipuan ini, sehingga aturan-aturan hukum yang ada belumlah sepenuhnya berpihak kepada masyarakat (korban).
(gha/tjo; foto ist