SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Seoul, Korea Selatan, Raksasa teknologi Samsung diperkirakan akan melaporkan penurunan laba operasional pada kuartal I-2025. Penyebab utamanya: penjualan semikonduktor kecerdasan buatan (AI) yang melemah dan kerugian berkelanjutan di lini manufaktur chip.
Manajemen Baru di Tengah Duka
Samsung kini menjalani perombakan manajemen setelah meninggalnya Co-CEO Han Jong‑Hee pada akhir Maret lalu. Laporan kuartal I-2025 akan dirilis Selasa (8/4), menandai babak baru bagi pembuat chip memori terbesar dunia ini.
Keterlambatan di Segmen Chip AI
Reuters (7/4) melaporkan, sejak pertengahan 2024 Samsung tertinggal dari rival SK Hynix dalam memasok chip memori berkinerja tinggi ke Nvidia, pemimpin pasar chip AI asal AS.
“Pangsa chip pita lebar (HBM) dalam pengiriman DRAM kami mungkin menurun pada kuartal ini, sehingga profitabilitas DRAM tertekan,”
kata Ryu Young‑ho, analis NH Investment & Securities.
Bergantung ke Pasar ‘Kurang Canggih’
Untuk menutup celah, Samsung kini sangat mengandalkan pasar China—pelanggan yang membeli produk dengan teknologi lebih sederhana dan tidak terpengaruh pembatasan ekspor AS.
Proyeksi Laba & Penurunan Harga Chip
- Laba operasional Q1-2025 diperkirakan 5,2 triliun won (US$ 3,62 miliar), turun dari 6,6 triliun won setahun sebelumnya (LSEG SmartEstimate).
- Harga DRAM turun sekitar 25% dan harga NAND anjlok 50% pada kuartal pertama (TrendForce).
Risiko Tarif Balasan AS
Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif tinggi pada produk impor, termasuk ponsel, TV, dan peralatan rumah tangga.
“Jika tarif elektronik konsumen terus berlanjut, permintaan konsumen pasti terpengaruh,”
ujar Jeff Kim, analis KB Securities.
Penundaan Pabrik Baru di AS
Samsung diperkirakan menunda pembukaan pabrik chip di AS dari 2026 ke 2027 karena belum mengamankan pesanan utama. Pabrik ini awalnya dijadwalkan mulai operasi pada 2024.
Sisi Positif: Bisnis Seluler Tumbuh
Meski divisi chip menurun, unit seluler dan jaringan Samsung diperkirakan mencetak laba 3,7 triliun won, naik dari 3,5 triliun won setahun lalu—didukung pengiriman smartphone meningkat dan nilai tukar yang menguntungkan.
Dengan tantangan di bisnis chip dan tekanan tarif global, Samsung harus bergerak cepat menyesuaikan strategi produksi dan portofolio produk agar bisa bangkit di kuartal-kuartal mendatang.
(Anton)