SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Kebijakan tarif tinggi yang digulirkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump mulai berdampak luas, termasuk bagi sektor pariwisata Indonesia. Di tengah melemahnya nilai tukar Rupiah, Anggota DPR RI Komisi VII dari Fraksi PDI Perjuangan, Novita Hardini, justru melihat peluang strategis: transformasi pariwisata dalam negeri.
“Biaya ke luar negeri makin mahal, ini saat yang tepat untuk mengalihkan arus wisata ke destinasi lokal,” ujar Novita dalam keterangannya, Minggu (6/4).
Rupiah Melemah, Wisata Domestik Jadi Solusi
Data dari Mastercard Economics Institute mencatat bahwa pada 2022, rata-rata pengeluaran wisatawan Indonesia untuk perjalanan luar negeri mencapai USD 1.200 per orang. Dengan depresiasi Rupiah yang masih berlanjut, angka itu berpotensi melonjak.
“Ini bukan cuma sinyal, tapi alarm bahwa wisata domestik harus jadi prioritas utama. Bukan sekadar alternatif,” tegas politisi muda asal Trenggalek ini.
Dari Krisis Lahir Inovasi
Menurut Novita, momen tekanan global seperti sekarang adalah ruang bagi lahirnya gebrakan baru dalam pembangunan nasional. Ia mendorong pemerintah untuk memperkuat kebijakan fiskal di sektor pariwisata dan menciptakan iklim yang ramah bagi investor.
“Krisis bukan alasan untuk diam. Sejarah menunjukkan, dari krisis sering lahir inovasi-inovasi besar,” ungkapnya.
Kolaborasi & Akses Jadi Kunci
Ia juga menyoroti pentingnya kerja sama lintas sektor, mulai dari kementerian, pelaku industri, hingga pemerintah daerah. Tiga hal yang dinilai krusial menurut Novita adalah:
- Akses transportasi terjangkau
- Promosi wisata masif
- Pengalaman wisata berkualitas dan kompetitif
“Kalau wisatawan domestik lebih memilih destinasi lokal, dampaknya bisa luar biasa untuk ekonomi daerah. Ini tentang ekonomi rakyat, bukan sekadar pariwisata,” jelas Novita, satu-satunya legislator perempuan dari Dapil 7 Jawa Timur.
Pariwisata: Jantung Baru Ekonomi Indonesia
Di tengah visi Presiden Prabowo yang menekankan pentingnya kemandirian nasional, Novita menegaskan bahwa pariwisata harus naik kelas dari sektor pelengkap menjadi sektor andalan.
“Pariwisata adalah jantung baru ekonomi Indonesia. Harus resilien, berdaya saing, dan inklusif,” tutupnya.
(Anton)