SUARAINDONEWS.COM, Jakarta — Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bidang Kebijakan Publik, Idrus Marham, menilai serangan dan framing negatif terhadap Ketua Umum DPP Partai Golkar sekaligus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, di media sosial telah melewati batas kewajaran. Menurutnya, fenomena ini mencerminkan “paradoks demokrasi” di era keterbukaan informasi.
Idrus menegaskan, kebebasan berpendapat merupakan bagian dari demokrasi, namun tetap harus berpijak pada nilai, etika, dan norma hukum, serta sejalan dengan falsafah Pancasila.
“Demokrasi itu tidak bebas nilai. Ia harus berdasar pada nilai, norma, rasionalitas, dan komitmen saling menghargai,” ujar Idrus di Jakarta, Kamis (23/10/2025).
Ia menambahkan, kebebasan berekspresi seharusnya digunakan untuk membangun bangsa, bukan untuk menyebarkan fitnah dan kebencian.
“Merujuk ayat Al-Qur’an, jangan karena kebencianmu kepada seseorang membuat engkau berbuat tidak adil. Aspirasi dan kritik pun harus dengan niat dan motivasi yang baik, logis, dan faktual,” ujarnya.
Paradoks: Menteri Berprestasi, Malah Diserang
Idrus menyebut gelombang serangan terhadap Bahlil muncul justru saat Menteri ESDM tersebut tengah menata sektor energi nasional sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.
“Pak Bahlil sedang melakukan penataan mendasar sektor energi dan sumber daya mineral. Ia menjalankan perintah Presiden agar sektor migas dan tambang berpihak kepada rakyat. Anehnya, justru muncul framing negatif. Ini paradoks,” tegasnya.
Idrus meminta publik menilai secara objektif kinerja Bahlil. Ia menilai sejumlah capaian Kementerian ESDM dalam setahun terakhir patut diapresiasi — mulai dari program konektivitas jaringan gas Jawa–Sumatera, bantuan pasang baru listrik gratis untuk 155 ribu keluarga miskin, program listrik desa di 10 ribu lokasi, hingga peresmian 26 proyek PLTA dan 55 pembangkit EBT.
Selain itu, Bahlil juga disebut berhasil mempercepat proyek strategis seperti PLTS 100 GW dan memimpin percepatan ekosistem baterai 15 GW di Karawang senilai Rp618 triliun yang berpotensi menyerap lebih dari 270 ribu tenaga kerja.
“Saya tahu betul, Pak Bahlil selalu tegak lurus pada amanat konstitusi dan perintah Presiden. Keadilan sosial dan keberpihakan pada rakyat adalah orientasi utamanya,” kata Idrus.
Langkah AMPG dan AMPI Dinilai Wajar, Bukan Anti Demokrasi
Dua organisasi sayap Partai Golkar — Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) dan Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) — sebelumnya mendatangi Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri untuk melakukan konsultasi hukum terkait sejumlah akun media sosial yang dianggap menghina Bahlil Lahadalia.
Unggahan tersebut dinilai melanggar Pasal 27 dan 28 UU ITE serta Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik. Namun Idrus menegaskan, langkah itu bukan perintah partai atau Bahlil secara pribadi.
“Tidak ada kebijakan partai untuk melapor, apalagi perintah dari Ketua Umum. Ini murni ekspresi semangat anak muda yang ingin menjaga marwah organisasi dan pemimpinnya,” jelasnya.
Ia menilai langkah tersebut merupakan ekspresi demokrasi yang sehat, bukan upaya membungkam kritik.
“Kritik, bahkan fitnah sekalipun, adalah bagian dari bunga-bunga perjuangan. Tapi perjuangan untuk rakyat membutuhkan proses, dan tantangan itu justru memacu semangat kreatif melahirkan kebijakan produktif,” ujarnya.
Polri sendiri mengonfirmasi bahwa AMPG dan AMPI baru sebatas konsultasi hukum dan belum mengajukan laporan resmi.
Respons Bahlil: Kritik Adalah Pemacu, Bukan Hambatan
Idrus mengungkapkan, saat dirinya mengonfirmasi langsung kepada Bahlil terkait serangan di media sosial, sang Menteri ESDM menanggapinya dengan santai.
“Bung Bahlil hanya tertawa. Ia bilang, sebagai pejuang sejati, kritik itu justru jadi pemacu untuk terus berkarya bagi rakyat,” tutur Idrus.
Menurut Idrus, Bahlil menegaskan pentingnya sikap sabar dalam menghadapi fitnah.
“Beliau bilang, kalau kita difitnah, kita harus sabar dan mendoakan agar orang yang memfitnah diberi hidayah. Bahkan bercanda, ‘kalau kita sabar, dosa kita diambil sama orang yang memfitnah itu,’” kata Idrus sambil tersenyum.
Demokrasi Berlandaskan Pancasila
Lebih jauh, Idrus menegaskan bahwa demokrasi Indonesia bukan demokrasi liberal, tetapi demokrasi yang berlandaskan Pancasila dan nilai Ketuhanan.
“Negara kita berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Maka setiap aspirasi dan kritik harus disertai niat baik dan tanggung jawab moral,” ujarnya.
Ia menilai langkah hukum AMPG dan AMPI bukan bentuk anti-demokrasi, tetapi upaya menjaga etika dan martabat politik bangsa.
“Demokrasi bukan hanya soal bebas bicara, tapi juga soal bagaimana kita menjaga martabat dalam berpendapat,” pungkas Idrus.
(Anton)




















































