SUARAINDONEWS.COM, Jakarta — Suara lantunan doa dan ayat suci menggema dari dalam Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa malam. Ribuan santri dari berbagai penjuru Indonesia menundukkan kepala dalam kekhusyukan, mengikuti Istighosah Nasional bertema “Doa Santri untuk Negeri” yang digelar Kementerian Agama untuk memperingati Hari Santri Nasional 2025.
Dari barisan depan hingga halaman luar masjid terbesar di Asia Tenggara itu, wajah-wajah muda bersarung dan berpeci terlihat penuh semangat. Sebagian mengikuti langsung di Istiqlal, sementara ribuan lainnya hadir secara daring dari ratusan pesantren di 38 provinsi.
Bagi para santri, malam itu bukan sekadar ritual keagamaan. Ia menjadi momentum kebangsaan — sebuah wujud syukur dan kepedulian spiritual terhadap masa depan Indonesia.
“Doa Santri adalah Cahaya Negeri”
Dalam tausiyahnya, Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar menekankan bahwa doa santri bukan hanya bentuk kepasrahan, melainkan juga tanggung jawab moral terhadap bangsa.
“Doa santri adalah cahaya yang menuntun negeri ini. Ketika santri berdoa, mereka sejatinya sedang ikut menjaga Indonesia agar tetap damai dan bermartabat,” ujarnya di hadapan ribuan jamaah.
Ia menegaskan, identitas kesantrian bukan sekadar status atau masa mondok, tetapi nilai yang melekat sepanjang hayat.
“Tidak ada istilah mantan santri. Santri sejati terus belajar dan berkhidmah kepada Allah sepanjang hidupnya,” tambahnya.
Pesan Menteri Agama: Pesantren Adalah Pusat Peradaban
Turut hadir Menteri Agama Nasaruddin Umar, yang menyampaikan apresiasi terhadap peran pesantren dalam membentuk karakter bangsa.
“Pesantren bukan hanya lembaga pendidikan agama, tetapi juga pusat lahirnya peradaban, nilai, dan moral bangsa,” ujarnya.
“Semoga para santri menjadi cahaya bangsa, dan pesantren tetap menjadi sumber kebijaksanaan dan keikhlasan Indonesia.”
Bagi Nasaruddin, Hari Santri tidak hanya mengenang masa lalu, tetapi juga meneguhkan komitmen untuk menjaga masa depan bangsa yang damai, berakhlak, dan berkeadaban.
Simbol Persatuan dan Keikhlasan
Puncak acara ditandai dengan istighosah bersama yang dipimpin para kiai dari berbagai pesantren. Lantunan doa bergema serentak di seluruh Indonesia, diamini oleh ribuan santri yang hadir langsung dan secara daring.
Di tengah suasana hening dan khusyuk, tampak simbol persatuan spiritual yang melampaui jarak dan waktu — santri dari Sabang hingga Merauke menyatu dalam doa yang sama: memohon keselamatan, kemajuan, dan keberkahan bagi negeri.
Santri dan Warisan Nilai Bangsa
Hari Santri Nasional, yang diperingati setiap 22 Oktober, merupakan pengakuan atas kontribusi besar kaum santri dalam perjuangan kemerdekaan dan pembentukan nilai-nilai kebangsaan. Dari pesantren, lahir generasi yang menjaga moral, persatuan, dan keikhlasan bangsa.
Malam istighosah di Istiqlal menjadi pengingat bahwa santri bukan hanya penjaga ilmu agama, tetapi juga penopang moral bangsa di era modern. Di tengah gempuran zaman, mereka hadir sebagai sumber keteduhan — menjaga nurani, merawat persaudaraan, dan menyalakan cahaya doa bagi Indonesia.
(Anton)




















































