SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Koordinator Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI menggelar diskusi bertajuk Dialektika Demokrasi dengan tema “Mencari Format Pencegahan Kasus Perundungan di Lembaga Pendidikan”. Acara tersebut berlangsung di Ruang PPIP Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa, 24 September 2024.
Diskusi ini dihadiri oleh berbagai pihak dan menampilkan narasumber utama, termasuk Ketua Komisi X DPR RI, Saiful Huda, dan Akademisi Psikiater dari Universitas Indonesia, Mintarsih Abdul Latief. Dalam forum ini, para narasumber membahas masalah perundungan yang semakin marak di lingkungan pendidikan, serta langkah-langkah preventif yang dapat diambil untuk menangani isu tersebut.
Saiful Huda membuka diskusi dengan menyampaikan keprihatinannya terhadap tren perundungan yang terus meningkat, menyebutkan bahwa Indonesia berada dalam keadaan darurat perundungan di sekolah-sekolah. Ia mengutip data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), yang menunjukkan bahwa hampir 95% dari 141 laporan kasus perundungan terjadi di lingkungan pendidikan, dengan sejumlah kasus berujung pada kematian korban. Saiful menegaskan perlunya tindakan cepat dan tepat dari pemerintah untuk menangani permasalahan ini.
Mintarsih Abdul Latief menekankan pentingnya deteksi dini dan peran guru dalam mengidentifikasi dan mencegah kasus perundungan. Ia menyoroti bahwa pemberdayaan guru dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi siswa sangat krusial untuk mengurangi insiden perundungan.
Dalam diskusi tersebut, kedua narasumber sepakat bahwa upaya pencegahan yang ada saat ini masih bersifat parsial dan tidak terstruktur. Saiful mengkritik budaya “no viral, no justice”, di mana kasus perundungan hanya ditangani setelah menjadi viral. Ia mendorong adanya sistem pelaporan yang lebih sederhana dan efektif agar korban merasa aman untuk melapor.
Sebagai langkah konkret, Saiful mengusulkan mekanisme reward and punishment bagi pemerintah daerah yang tidak mampu menangani kasus perundungan dengan baik, serta perlunya kebijakan yang lebih tegas terhadap akses konten berbahaya di media.
Diskusi ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi yang konstruktif untuk memperbaiki sistem pencegahan perundungan di lembaga pendidikan, sehingga semua anak dapat belajar dalam lingkungan yang aman dan mendukung. Acara ini juga menjadi ajang bagi para peserta untuk bertukar pikiran dan menciptakan kesadaran lebih luas mengenai pentingnya pencegahan perundungan di sekolah.
(ANTON)