SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – 📍 Samarinda, **Masalah tata ruang di daerah makin kompleks! Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD DPD RI) menggelar dialog di Samarinda, Kalimantan Timur, membahas tantangan dalam penyesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah dengan kebijakan nasional. 🚧🏢
Acara ini merupakan bagian dari tindak lanjut Keputusan DPD RI Nomor 53/DPD RI/V/2020-2021, yang berisi rekomendasi DPD RI terkait evaluasi kebijakan daerah dalam implementasi UU Cipta Kerja (UU 11/2020). Ketua BULD Stefanus B.A.N. Liow menegaskan bahwa DPD RI tidak ingin memperumit proses pembentukan perda, melainkan membantu daerah dalam harmonisasi regulasi pusat-daerah.
🗣️ “BULD DPD RI mendorong agar peraturan daerah sejalan dengan regulasi pusat, tetapi juga memastikan kebijakan nasional tetap mengakomodir kepentingan daerah,” ujar Stefanus.
🚨 RTRW Daerah Vs Regulasi Nasional: Tantangan yang Muncul
Sejak diberlakukannya PP 21/2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, daerah mengalami banyak kendala dalam menyelaraskan RTRW dengan kebijakan nasional. Beberapa tantangan yang muncul, antara lain:
🔴 Ketidaksesuaian regulasi antara pusat dan daerah 🏛️
🔴 Tumpang tindih aturan dengan kebijakan sektoral lainnya 🏗️
🔴 Minimnya sosialisasi ke pemerintah daerah 📢
🔴 Penarikan kewenangan perizinan ke pusat, mengurangi peran daerah dalam tata ruang 🏢
🗣️ “Penarikan kewenangan ke pusat berpotensi mengurangi peran daerah dalam mengelola tata ruang, terutama dalam menghadapi dampak alih fungsi lahan untuk investasi,” tambah Stefanus.
🚜 Kasus nyata di Kaltim: Wilayah perbatasan Mahakam Hulu belum memiliki RDTR yang jelas. Akibatnya, akses infrastruktur terhambat, bahkan masyarakat harus menempuh perjalanan 2 hari 2 malam hanya untuk berbelanja! 😲
🌏 Konflik Tata Ruang & Hak Masyarakat Adat
💥 Salah satu isu sensitif dalam kebijakan RTRW adalah hak masyarakat adat. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyoroti bahwa hingga kini pengakuan resmi masyarakat adat belum disahkan oleh DPR RI, padahal sudah diperjuangkan selama 14 tahun! 😤
💬 “Sering kali, lahan masyarakat adat dianggap sebagai ‘kawasan kosong’ yang bisa diambil untuk kepentingan ekonomi,” ujar perwakilan AMAN.
Modus manipulasi pendapat publik juga disinggung. Ada indikasi bahwa proses konsultasi dengan masyarakat sering dimanipulasi sehingga seolah-olah mereka menyetujui kebijakan tertentu.
📊 Pentingnya Koordinasi dalam Penyusunan RTRW
Nuki Harniati, Direktur Perencanaan Tata Ruang Nasional, Kementerian ATR/BPN, menjelaskan bahwa RTRW harus mempertimbangkan banyak aspek karena:
✅ Ruang terbatas, tetapi kebutuhan penggunaan makin tinggi
✅ RTRW harus memastikan ruang tetap aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan
✅ Perlu harmonisasi antar-stakeholder untuk memastikan regulasi tidak saling tumpang tindih
Nuki juga mengungkapkan bahwa Pemerintah Pusat sedang menerapkan kebijakan “One Spatial Planning Policy” atau kebijakan satu payung tata ruang. Ini berarti RTRW nantinya akan mengatur 4 matra utama:
🌍 Darat
🌊 Laut
⛏️ Dalam bumi
☁️ Udara
🔥 Ayo, Suarakan Pendapatmu!
💡 Apakah kebijakan RTRW saat ini sudah mengakomodasi kebutuhan daerah?
🌿 Bagaimana seharusnya hak masyarakat adat dalam tata ruang?
🚧 Setujukah kalau RTRW harus lebih fleksibel agar pembangunan bisa lebih cepat?
📢 Tulis pendapatmu di kolom komentar! Let’s discuss! 🗳️🔥
(Anton)