SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-9 (Sembilan) media online patut diduga telah melanggar Pasal 112 dan Pasal 113 (Ayat 2 dan 3) Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, terkait pemuatan sebuah potret almarhum Tino Saroengalo dalam pemberitaan yang merupakan hasil karya Aryono Huboyo Djati, demikian hal tersebut dikemukakan Paulus Irawan, SH dari Law Office Pangka & Syndicate, saat mendampingi kliennya ke Dewan Pers, di Gedung Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat (23/9).
Pasal 112 :
Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan/atau Pasal 52 untuk Penggunaan Secara Komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 7 :
(3) Informasi manajemen Hak Cipta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan informasi elektronik Hak Cipta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dimiliki Pencipta dilarang dihilangkan, diubah, atau dirusak.
Pasal 52 :
Setiap Orang dilarang merusak, memusnahkan, menghilangkan, atau membuat tidak berfungsi sarana kontrol teknologi yang digunakan sebagai pelindung Ciptaan atau produk Hak Terkait serta pengaman Hak Cipta atau Hak Terkait, kecuali untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara, serta sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, atau diperjanjikan lain.
Dan Pasal 113 ayat (2) :
Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf
f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 113 ayat (3):
Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf
e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 9 :
(1) Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan:
a. penerbitan Ciptaan;
b. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;
c. penerjemahan Ciptaan;
d. pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;
e. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;
f. Pertunjukan Ciptaan;
g. Pengumuman Ciptaan;
h. Komunikasi Ciptaan; dan
i. Penyewaan Ciptaan.
Seperti diketahui pula, Dewan Pers dalam suratnya tertanggal 19 September 2018, nomor 476/DP/K/IX/ 2018 perihal Undangan Penyelesaian Pengaduan ke-1 ini, juga menyebutkan sejumlah media online yang terkait persoalan tersebut diantaranya Grid.id, Tribunnews.com, Detik.com, MetroTVnews.com, Matamata.com, Poliklitik.com, Kapanlagi.com, MedCom.id, dan Merdeka.com.
Namun, Irawan secara terbuka menegaskan bahwa pihaknya tetap menunggu penyelesaian secara kekeluargaan dari hasil pertemuan antar pihak hari ini. Karena Dewan Pers hanya mengupayakan adanya penyelesaian permasalahan menyangkut etika dan profesionalitas dalam jurnalistik saja. Sementara penyelesaian masalah ekonomi dari akibat yang ditimbulkan dipersilakan untuk diselesaikan diluar Dewan Pers, lanjutnya.
Permasalahan pelanggaran oleh para jurnalis dan ditangani Dewan Pers bukanlah hal yang baru, namun terkait penyelesaian permasalahan Hak Cipta, merupakan kasus yang pertama bagi Dewan Pers, kabarnya. Oleh karenanya, Irawan bersama kliennya, Aryono Huboyo Djati, melihat pelanggaran hak cipta oleh seorang jurnalis dalam penayangan pemberitaan milik karya potret seseorang menjadi momentum untuk menghargai Intelectual Propertyrights seseorang tersebut. Bukannya justeru ‘menantang’ lawyer asal Surabaya ini untuk ‘bertarung’ di meja hijau saja.
“Kami percaya dengan hukum yang harus ditegakkan untuk menjalankannya sesuai dengan ketentuan Undang Undang. Jadi kami akan melihat hasil pertemuan hari ini dengan Dewan Pers. Persoalan non teknis pasti akan kami hadapi dengan segala resikonya, tentunya,” tegas Irawan lebih jauh.
Sementara itu, penanganan atas persoalan pelanggaran hak cipta atas karya potret Aryono Huboyo Djati ini, mendapat dukungan dari Sutradara muda Angga Dwimas Sasongko dan musisi Vicky Sianipar, termasuk sejumlah jurnalis yang hadir.
Angga Dwimas Sasongko, sutradara film Wiro Sableng yang tengah diputar ini, mengemukakan bahwa persoalan pelanggaran Hak Cipta baik di dunia film, musik dan fotografi, memang sering kali terjadi. Hal tersebut lantaran law enforcementnya tidak ditegakkan secara benar. Bahkan masyarakat kerap menganggap sepele atas hak intelectual propertyrights dari seseorang kreator ini. Apalagi ditambah dengan kondisi bagaimana persoalan hukumnya baru bisa benar benar dijalankan, jika seorang yang bersangkutan tersebut baru melaporkannya (delik aduan, red).
Begitu pun, seperti pada karya potret yang dipermasalahkan ini, orang mungkin tidak pernah menyadari akan nilai intelektual dan nilai ekonomi yang terkandung didalamnya. Masyarakat mungkin tidak faham dari selembar karya potret tersebut dapat dimanfaatkan untuk film, musik, buku, maupun produk kreatif lainnya. Dimana pada muaranya akan menghasilkan nilai ekonomi didalamnya. Termasuk menjadi penyumbang bagi devisa negara atas karya kreatifnya dan seterusnya.
“Jadi harus ada sesuatu yang holistik dilakukan untuk menegakkan hukum yang melindungi hak cipta seseorang. Tak hanya melindunginya secara karya yang dibuatnya, namun juga atas nilai ekonomi didalamnya, serta pengembangannya dari karya tersebut yang juga menguntungkan bagi pihak lain. Termasuk tentunya pengawasannya dalam penegakkan law enforcement itu,” jelas Dwimas Angga Sasongko.
Sedangkan bagi Vicky Sianipar, seorang musisi dan pencipta lagu, justru melihat kesan terkait pelanggaran hak cipta ini kalau dilakukan secara bersama sama, maka sesuatu yang salah itu seolah menjadi sesuatu yang benar. Padahal itu jelas jelas salah. Jadi butuh ketegasan dalam pengawasan serta penegakkan hukum dari Intelectual Property Crime yang terus terjadi itu.
Dan yang terpenting, butuh regulasi hukum yang memudahkan para kreator yang dilanggar hak ciptanya untuk melakukan pelaporan yang cepat, yang mudah, yang bisa langsung ditindak lanjuti proses hukumnya, jelas Vicky penuh harap, untuk memperbaiki sistem pengaduan pelanggaran hak cipta ini.
(tjo; foto gha