SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Keprihatinan yang tinggi para karyawan dan pilot Pt Garuda Indonesia atas manajemen yang buruk paska RUPS PT Garuda Indonesia, yang merombak susunan manajemen PT Garuda Indonesia sehingga performa PT Garuda justru malah semakin terpuruk.
Dan Asosiasi Pilot Garuda (APG) serta Serikat Karyawan Garuda (SEKARGA) memberi waktu 30 hari dari sekarang (2/5/2018) untuk bisa berdialog dengan Presiden Jokowi terkait nasib dari BUMN Penerbangan Plat Merah ini. Karena perombakan manajemen PT Garuda Indonesia sudah melanggar komitmen efisiensi yang telah disepakati. Disamping kompetensi jajaran direksi PT Garuda Indonesia diragukan dalam pengetahuannya di dunia penerbangan internasional.
Demikian hal tersebut dikemukakan perwakilan Presiden APG Capt.Bintang Hardiono, Ketua Umum Sekarga Ahmad Irfan Nasution serta Ketua Hatian APG Tomi Tampatti bersama puluhan pilot saat menyampaikan rencana aksi mogok kerja untuk menyikapi kondisi PT.Garuda Indonesia (Persero) Jakarta, yang semakin terpuruk di Pulau Dua, Senayan Jakarta.
Dengan semangat We Won’t To Strike But I Will yang berwarna merah tertulis di setiap baju putih yang dikenakan para Serikat Karyawan dan Pilot Garuda, mereka memberi tenggang waktu selama 30 hari untuk Presiden Joko Widodo berdialog atas nasib perusahaan penerbangan kebanggaan bangsa Indonesia ini. Karena mereka tidak mau bernasib seperti maskapai penerbangan pemerintah lainnya seperti Merpati.
Asosiasi Pilot Garuda (APG) dan Serikat Karyawan Garuda (SEKARGA) menuntut enam persoalan di tubuh PT Garuda Indonesia (persero) harus segera dibenahi. Yakni Pertama, program efisiensi tapi tidak sporadis. Kedua, pembenahan biaya organisasi yang terbilang boros, sebab ada 9 orang direksi dari sebelumnya hanya 6 orang. Ketiga, penambahan armada harus diikuti kemampuan manajemen untuk membuat strategi penjualan produk penumpang dan cargo. Saat ini, peningkatan pendapatan hanya sebesar 8,6 persen sementara peningkatan biaya sebesar 12,6 persen.
Selanjutnya tuntutan Keempat, kinerja keuangan Garuda Indonesia sampai dengan kuartal III-2017 semakin merosot. Garuda mengalami kerugian sebesar 207,5 juta dolar AS. Bahkan nilai saham emiten berkode GIAA per 19 Januari 2018 ini juga anjlok hanya Rp 314 per lembar atau turun 58 persen.
Disamping Kelima, adanya penurunan kinerja operasional Garuda Indonesia yang berdampak pada penundaan dan pembatalan penerbangan. Dan terakhir Keenam, ada kondisi hubungan industrial yang saat ini tidak harmonis karena perusahaan banyak melakukan pelanggaran terhadap perjanjian kerja bersama atau perjanjian kerja profesi yang sudah disepakati sehingga banyak konflik.
Kondisi PT Garuda Indonesia (Persero) semakin diperparah dengan masalah finansial yang terjadi di tubuh Garuda semakin ketara saat pertengahan bulan April, PT Garuda Indonesia mengakui telah mendapat restu pemegang saham untuk menerbitkan surat utang global sebesar 750 juta dolar AS. Dana ini sedianya akan digunakan untuk membayar kembali utang jatuh tempo perusahaan (refinancing).
Menyikapi kondisi operasional dan keuangan di PT Garuda Indonesia (persero) Tbk, melalui Sekretariat Bersama yang terdiri dari organisasi Asosiasi Pilot Garuda (APG) dan Serikat Karyawan Garuda (Sekarga) mengemukakan keprihatinannya atas mutual respect dari hubungan industrial yang dibangun saat ini oleh pihak manajemen.
Belum lagi persoalan persoalan terkait Airplane Operator Certificate dan minimnya pengetahuan direksi atas aturan yang harus dipenuhi di dunia penerbangan internasional. Jadi jangan paksakan PT Garuda Indonesia hanya untuk mempertahankan yang tidak memiliki kompetensi di dunia penerbangan internasional. Jangan pula di jajaran direksi tak tahu apa itu LKT Bipartit. Dan jangan pula bawa maskapai penerbangan kebanggaan bangsa Indonesia ini dalam bahaya. Mogok menjadi sikap terakhir dari hak dasar pekerja yang dilindungi UU No.3 Tahun 2003, tegas Tomi Tampatti.
(tjo; foto gha