SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Sidang lanjutan gugatan masyarakat Aceh yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Aceh Menggugat (GeRAM) terhadap Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh dengan agenda pembacaan putusan (29/11), dinyatakan Ketua Hakim Ditolak. Sebelumnya (18/11) putusan gugatan ditunda Ketua Mejelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Agustinus Setyo Wahyu.
Dengan demikian keputusan ditolaknya gugatan GeRAM terhadap Menteri Dalam Negeri, Gubernur Aceh, dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang tidak memasukkan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) ke dalam Rancangan Tata Ruang Wilayah Aceh (RTRWA) 2013-2033 (Qanun Aceh No.19/2013), telah diputuskan di tingkat pertama ini.
Sebelumnya GeRAM telah menghadirkan sejumlah bukti, fakta, dan saksi ahli untuk mendukung gugatan yang sudah dimasukan. Saksi ahli yang dihadirkan yaitu, mantan Menteri Lingkungan Hidup, Emil Salim yang dalam keterangannya mengatakan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) harus masuk RTRW Aceh.
Selain menghadirkan pula mantan hakim Mahkamah Konstitusi RI, Prof. Maruarar Siahaan yang dalam persidangan menyebutkan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur dan DPR Aceh telah melakukan perbuatan melawan hukum terkait RTRW Aceh.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri dan Gubernur Aceh tidak bisa menghadirkan saksi ahli, hanya DPR Aceh yang bisa menghadirkan saksi ahli.
Aman Jarum, tokoh adat Gayo Lues telah bertahun menyelamatkan hutan Leuser bersama masyarakat Gayo. Dirinya berharap, pemerintah menjaga Leuser agar tidak dirusak pihak manapun demi kepentingan pribadi. Hutan Leuser harus diselamatkan, karena nenek moyang orang Aceh, telah bersusah payah menjaganya.
GeRAM pun telah menyampaikan petisi kepada Presiden Joko Widodo, 3 November 2016 lalu, yang diterima Yanuar Nugroho, Deputi Staf Kantor Staf Presiden. Karena KEL sangat penting untuk masyarakat sekaligus penyangga Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).
Gugatan GeRAM terhadap RTRW Aceh telah didaftarkan di PN Jakarta Pusat pada 21 Januari 2016 (No. 33/Pdt.G/2016/PN.JKT.PST). Materi penting gugatan tersebut adalah tidak dimasukkannya Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) sebagai satu dari lima Kawasan Strategis Nasional yang ada di Aceh.
Putusan penolakan gugatan GeRAM tersebut dibacakan majelis hakim diketuai Agustinus Setia Wahyu Triwiranto di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (29/11).
Didampingi Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya sebagai hakim anggota, Agustinus Setia Wahyu Triwiranto menyatakan bahwa KEL sudah diatur dalam Qanun Aceh Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh.
“Dalam qanun mengatur kawasan hutan lindung, kawasan budi daya, maupun kawasan hutan konservasi. Kawasan lindung tersebut meliputi suaka margasatwa, dan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), termasuk Kawasan Ekosistem Leuser,” Ujarnya.
Majelis hakim menyebutkan, Menteri Dalam Negeri selaku tergugat satu sudah menjalankan kewenangannya terkait penyusunan Qanun RTRW Aceh. Kewenangan itu yakni memberikan evaluasi terhadap qanun tersebut.
Begitu juga Gubernur Aceh selaku tergugat dua, juga sudah meminta evaluasi kepada Mendagri. Sedangkan Ketua DPR Aceh selaku tergugat tiga juga sudah melakukan semua prosedur dalam penyusunan Qanun RTRW Aceh tersebut.
“Para tergugat sudah menjalankan semua prosedur sesuai kewenangannya dalam menyusun Qanun RTRW Aceh. Jadi, tidak ada yang dilanggar dan dirugikan oleh para tergugat,” kata majelis hakim.
Nurul Ikhsan, kuasa hukum GeRAM, mengatakan, pihaknya berkeberatan atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menolak memasukkan nomenklatur KEL dalam Qanun Aceh Nomor 19 Tahun 2013. Dan kami akan melakukan upaya hukum banding maupun upaya hukum lainnya agar nomenklatur KEL masuk dalam Qanun Aceh.
“Seharusnya, majelis hakim mempertimbangkan KEL merupakan bagian dari kawasan strategis nasional. Dengan memasukkan KEL dalam Qanun RTRW Aceh akan menyelamatkan kawasan itu dari kehancuran,” kata Nurul Ikhsan.
Kawasan Ekosistem Leuser, kawasan konservasi dengan luas 2,6 juta hektare yang terbentang di 13 kabupaten di Aceh. Padahal, Kawasan Ekosistem Leuser diatur dalam RTRW Nasional dan juga dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh.
(mgby/tjo; foto tjo)