SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Upaya pemerintah mempercepat digitalisasi pendidikan lewat program nasional yang diluncurkan Presiden Prabowo Subianto mendapat dukungan kuat dari Komisi X DPR RI. Namun, sejumlah pihak mengingatkan pentingnya kesiapan infrastruktur agar transformasi ini tidak malah memperlebar kesenjangan pendidikan antara kota dan desa.
Diskusi bertajuk “Perkuat Digitalisasi hingga ke Pelosok, Senjata Ampuh Tekan Ketimpangan Pendidikan” digelar oleh Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bersama Biro Pemberitaan DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (8/5/2025).
Dukungan DPR: Digitalisasi untuk Pemerataan
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, menegaskan dukungan penuh DPR terhadap kebijakan digitalisasi pendidikan nasional.
“Digitalisasi penting untuk memastikan anak-anak di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) tidak tertinggal dari kemajuan teknologi pendidikan,” ujar Lalu secara virtual.
Ia juga menyoroti perlunya pengawasan anggaran pendidikan agar mendukung pembangunan jaringan internet, penyediaan perangkat, dan pelatihan guru.
“Kami mendorong sinergi antara pemerintah pusat, daerah, BUMN, swasta, dan masyarakat. Misalnya melalui program CSR atau kerja sama dengan penyedia internet dan edtech,” tambahnya.
Peringatan Pengamat: Hati-hati Digitalisasi Bisa Bermata Dua
Meski mendukung arah kebijakan, pengamat pendidikan Darmaningtyas mengingatkan bahwa digitalisasi tanpa infrastruktur yang memadai bisa menjadi bumerang.
“Digitalisasi bisa membawa kemajuan, tapi juga bisa memperlebar kesenjangan antara sekolah di kota dan desa,” katanya.
Menurutnya, setidaknya masih ada 3.000 desa belum teraliri listrik dan 13.000 desa belum punya akses internet. Ia menekankan, distribusi TV cerdas ke sekolah-sekolah saja tidak cukup jika listrik dan internet belum tersedia.
“Kalau listrik sering mati, pembelajaran online akan terganggu. Apalagi kalau BTS (Base Transceiver Station) belum dibangun secara merata,” ujar Darmaningtyas.
Ia juga mengkritisi rencana distribusi TV cerdas pada 2026 yang dinilai belum dibarengi kesiapan infrastruktur di banyak daerah.
Sorotan Direktur Rumah Literasi: Peringkat Pendidikan Rendah
Andreas Tamba, Direktur Rumah Literasi 45, menambahkan bahwa kualitas pendidikan Indonesia masih tertinggal secara global dan di Asia Tenggara.
“Digitalisasi penting, tapi harus dibarengi pemerataan akses. Banyak daerah terpencil masih kesulitan transportasi, fasilitas, dan kekurangan guru,” katanya.
Menurutnya, tanpa pemerataan yang adil, digitalisasi justru bisa menciptakan dua kutub pendidikan: sekolah maju di perkotaan dan sekolah tertinggal di pedesaan.
Kesimpulan: Digitalisasi Harus Diiringi Kesiapan Nyata
Program digitalisasi pendidikan memang menjadi keharusan di era modern ini. Namun, agar benar-benar jadi “senjata ampuh” melawan ketimpangan, semua pihak sepakat: pemerintah harus memprioritaskan pembangunan infrastruktur listrik dan internet, pelatihan guru, serta pemerataan akses teknologi.
(Anton)