SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Sistem jaminan sosial di Indonesia kayaknya perlu upgrade, deh. Komite III DPD RI bilang, UU SJSN alias Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional udah saatnya di-oprek. Soalnya, sekarang ini jaminan sosial lebih mirip klub eksklusif: yang bisa masuk cuma pekerja kantoran. Petani, nelayan, tukang cilok? Ya cuma bisa ngeliat dari luar.
DPD RI Angkat Suara: “Udah Banyak Tambalan, Tapi Belum Pulih Total”
Ketua Komite III DPD RI, Filep Wamafma, buka-bukaan dalam Rapat Dengar Pendapat bareng Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Menurutnya, UU SJSN udah sempat dirombak lewat UU Cipta Kerja, terus juga kena petir dari Mahkamah Konstitusi. Tapi… itu semua belum cukup!
“UU SJSN sendiri telah mengalami perubahan melalui UU Cipta Kerja serta mendapatkan beberapa putusan Mahkamah Konstitusi, baik secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada substansi UU SJSN,” kata Filep dengan serius, walau hatinya mungkin gemas.
BPJS Kesehatan sih udah keren, bahkan jadi panutan negara ASEAN. Tapi masalahnya, masih banyak sektor yang nggak kena sentuhan keajaiban ini—khususnya jaminan ketenagakerjaan.
“Hambatan-hambatan ini sebagian besar bersumber dari persoalan norma hukum dalam UU SJSN. Oleh karena itu, revisi menjadi sangat penting agar sistem jaminan sosial dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat secara efektif,” lanjut Filep.
Intinya: undang-undangnya masih belum luwes!
Tambahan Jaminan: Kecelakaan Lalu Lintas Masuk Radar
Yang menarik, Filep juga bawa isu soal kecelakaan lalu lintas. Banyak masyarakat minta agar jaminan kecelakaan ini—yang sekarang dipegang Jasa Rahardja—bisa dimasukkan ke sistem jaminan sosial nasional. Soalnya, kecelakaan tuh bukan cuma bikin shock, tapi juga bikin ekonomi keluarga koma.
“Tuntutan ini didorong oleh tingginya angka kecelakaan lalu lintas. Karena dampak kecelakaan lalu lintas sangat signifikan pada level keluarga, terutama jika menimpa anggota keluarga yang menjadi tulang punggung ekonomi,” ujar Filep.
Kepikiran ya, gimana nasib keluarga kalau tulang punggungnya keseleo?
Nelayan & Petani Juga Butuh Cinta Negara
Ahmad Bastian, Senator dari Lampung, juga ikutan angkat suara. Ia ngerasa, sistem sekarang terlalu fokus ke pekerja kantoran. Sementara petani dan nelayan? Lagi-lagi jadi penonton setia.
“Sejauh ini jaminan sosial hanya melindungi pekerja formal saja, namun untuk petani atau nelayan tidak dilindungi. Tugas pemerintah harus melindungi seluruh rakyat Indonesia baik pekerja formal maupun non formal,” katanya sambil mungkin ngebatin, “masa tukang tanam padi kalah sama tukang zoom meeting?”
DJSN: Ini Udah Saatnya, Jangan Ditunda Lagi
Paulus Agung Pambudhi dari DJSN juga sepakat. Menurutnya, UU SJSN dan UU BPJS udah berkali-kali diutak-atik, tapi belum juga nemu versi yang mantul.
“UU SJSN mengalami lima kali perubahan lewat dua kali judicial review, dan empat kali perubahan melalui UU Omnibus Sektor Keuangan, Cipta Kerja, Kesehatan, dan ASN. UU BPJS juga sama, telah mengalami tiga kali perubahan lewat peninjauan kembali. Maka ini momentum untuk segera dilakukan revisi,” harap Paulus.
Kalau UU ini manusia, mungkin udah masuk UGD karena terlalu sering dioperasi.
Saatnya Jaminan Sosial Buka Pintu Lebar-Lebar
Revisi UU SJSN bukan cuma soal ganti pasal. Ini soal nambah pelukan buat semua rakyat—bukan cuma mereka yang kerja pakai kemeja, tapi juga yang kerja pakai caping, helm proyek, sampai jaket ojol.
Petani, nelayan, sopir angkot, ibu rumah tangga, sampe tukang parkir semua berhak punya perlindungan. Yuk, dorong bareng-bareng, biar UU ini nggak jadi eksklusif kayak klub golf.
(Anton)