SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-PP IPNU menggelar acara secara virtual untuk membedah RUU (Rancangan Undang-Undang) HIP (Haluan Ideologi Pancasila) di tengah kondisi pandemi Covid-19, mendapatkan hasil kesepakatan bahwa MPR telah sepakat dengan keputusan pemerintah untuk menunda atau menghentikan sementara pembahasan RUU HIP.
Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid yang juga menjadi bagian dalam menyetujui untuk memberhentikan sementara pembahasan RUU. Mengatakan, bahwa para pemimpin MPR lainnya juga telah menyetujui langkah pemerintah ini.
“Tadi siang, kita para pimpinan MPR telah menyetujui langkah pemerintah untuk menunda atau memberhentikan sementara pembahasan RUU ini,” ujar Jazilul Fawaid dalam Diskusi Virtual Bedah RUU Haluan Ideologi Pancasila yang digelar PP IPNU, Kamis (18/6/2020).
Lebih lanjut Jazilul mengatakan, bahwa RUU HIP merupakan hal yang sensitif sehingga diperlukan kehati-hatian dan ketelitian dalam proses pembahasan maupun isinya. menurutnya, hal ini bisa berbahaya, jika salah salah proses sosialisasinya kepada masyarakat, apalagi di tengah kondisi pandemik Covid-19 seperti sekarang.
“Ini kalau sosialisasinya salah maka ini seperti membuka kotak pandora. Kalau dalam bahasanya PBNU, ini mengurai ikatan yang sudah kuat karena negara ini disebut darul mitsaq, negara kesepakatan. Pancasila merupakan kalimatun sawa’ yang menyatukan keragaman etnis, ras, budaya dan agama. Disebut juga mitsaqon gholidzo, perjanjian yang agung. Itu yang disebut dengan nilai-nilai dasar, karena itu tidak bisa diturunkan lagi menjadi undang-undang,” tuturnya.
Dikatakan Jazilul, ide penguatan Pancasila tetap menjadi sesuatu yang penting, tetapi apakah dalam bentuk undang-undang atau melalui lembaga MPR dengan mengamandemen UUD dan memasukkan sesuatu yang sifatnya teknis.
“Sebab apa, ketika Presiden dilantik, Pimpinan MPR dilantik, itu tidak ada kata-kata setia pada Pancasila. Memang tidak ada di semua sumpah jabatan. Justru kalau di IPNU, PBNU, saat pelantikan itu ada setia karena Pancasila,” katanya.
Dipaparkan Jazilul, ketika rancangan akademik RUU HIP, pihaknya mempertanyakan judul karena awalnya bukan RUU HIP, tetapi Pembinaan Ideologi Pancasila. Pancasila memang mengalami pasang surut dan dinamika. Ketika menghadapi komunisme, lahirlah Pancasila, lahir juga Tap MPR Nomor II/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan pengamalan Pancasila (P4). Era Reformasi, Tap II dicabut sehingga tidak ada lagi P4.
“Nah setelah P4 tidak ada, rupanya ada kegalauan, dunia masuk sistem global, ada kekhawatiran nasionalisme dan Pancasila digerus wacana-wacana global maka lahirlah BPIP. Ini semacam P4. Ketika rumusannya berubah, judulnya berubah seperti sekarang, selain menyimpang dari tujuan awal penguatan kepada BPIP, filosofinya juga berubah maka wajar ada yang menafsirkan UU atheis, anti Tuhan, sekuler karena tidak menyebutkan dalam konsideran TAP MPRS soal larangan komunisme,” paparnya. (DSK)