SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Politik itu mahal, Bung! Tapi masa iya nyalon kepala daerah kudu jual rumah, gadai tanah, bahkan ngutang ke bank? Nah, Partai Golkar tampaknya mulai gerah dengan realita ini. Dalam gerakan yang cukup mengejutkan, Golkar mengajak… KPK untuk duduk bareng dan cari solusi soal pembiayaan politik yang makin gila-gilaan!
Bukan settingan, bukan prank! Ini serius.
Wakil Ketua Umum Golkar, Idrus Marham, buka-bukaan bahwa kajian bareng KPK ini adalah titah langsung dari sang Ketua Umum, Bahlil Lahadalia. Ternyata, sejak ulang tahun partai tahun lalu, Bahlil udah kepikiran soal satu hal penting: biaya politik yang makin gak masuk akal!
“Ketua Umum menyoroti tentang pembiayaan politik, utamanya masalah pemilih yang sangat mahal,” ungkap Idrus dengan nada serius di markas besar Golkar, Jalan Anggrek Neli Murni, Jakarta Barat.
KPK Datang, Tapi Bukan Ngusut Kasus
Ya, KPK dateng ke kantor Golkar. Tapi tenang, ini bukan OTT alias Operasi Tangkap Tangan. KPK datang sebagai tamu resmi, diajak ngobrolin soal potensi korupsi dalam pembiayaan partai dan Pemilu. Jadi, alih-alih saling tuding, mereka malah saling gandeng tangan. Sweet, kan?
“KPK dan Golkar sama-sama bikin kajian. Kita cari format pembiayaan politik yang terinspirasi dari ideologi Pancasila,” kata Idrus dengan mantap.
Targetnya? Pemilu Hemat, Tapi Tetap Berkualitas
Inti dari diskusi ini: gimana caranya bikin pesta demokrasi tetap meriah, tapi gak bikin kantong bolong. Karena faktanya, biaya kampanye yang supermahal sering kali jadi pintu masuk praktik curang, dari politik uang sampai janji-janji proyek.
“Agar biaya murah tetapi produktif, melahirkan kepemimpinan yang betul-betul berkualitas,” tegas Idrus lagi.
Bye-Bye Politik “Balik Modal”
Golkar berambisi memutus mata rantai politik mahal yang bikin kandidat mikir, “Gue keluar duit M, harus balik M plus-plus!” Kalau semua lancar, bisa jadi ini awal mula perubahan besar: dari politik transaksional ke politik rasional.
Dan ya, langkah ini bahkan sempat disambut langsung oleh Presiden! Jadi, jangan anggap enteng.
Apakah ini tanda-tanda partai politik mulai insaf dari budaya “mahal dulu, korupsi kemudian”? Atau ini sekadar manuver jelang Pemilu? Waktu yang akan menjawab.
Tapi satu hal pasti: kolaborasi Golkar dan KPK ini layak ditunggu kelanjutannya. Siapa tahu, politik Indonesia bisa jadi lebih murah, lebih sehat, dan nggak lagi cuma soal tebalnya amplop.
(Anton)