SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Di tahun 2017 ini nampaknya menjadi tahun yang sangat menjanjikan bagi pengawasan obat dan makanan yang beredar di wilayah hukum Indonesia (yang dimana selama ini sudah dilakukan, red) yakni melalui sinergitas peningkatan penguatan kordinasi diantara 9 Kementerian, 1 Badan, serta para Gubernur, Walikota dan juga para Bupati.
Dan peningkatan efektifitas dan penguatan kordinasi pengawasan obat dan makanan di seluruh Indonesia tersebut telah tertuang baik melalui Inpres Nomor 3 Tahun 2017, yang diimplentasikan berdasarkan Inpres Nomor 1 Tahun 2017 serta diperkuat melalui Perpres Nomor 80 tahun 2017.
Sehingga ke depan Indonesia tidak lagi menjadi pasar bagi obat-obatan atau obat tradisional ilegal, penyalahgunaan bahan-bahan berbahaya, penyalahgunaan obat legal yang salah aturan pemakaian, produk-produk pangan olahan dan kosmetika berbahaya dan ilegal, serta ekstrak bahan alam dan suplemen kesehatan yang tidak berlisensi aman untuk dipergunakan.
Oleh karenanya, melalui Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2017, Kepala Badan POM Penny Kusumastuti Lukito menegaskan pentingnya momentum ini untuk lebih kordinatif terkait pengawasan keamanan, manfaat, serta mutu obat dan makanan yang harus dilakukan tepat dan efektif serta bertanggung jawab oleh seluruh pihak.
Dengan Inpres tentang Peningkatan Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan tersebut menjadi langkah penting pemerintah baik di pusat maupun di daerah untuk di implementasikan secara sungguh-sungguh mulai tahun ini dalam melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang beredar.
Instruksi Presiden tersebut, lanjut Penny, ditujukan kepada Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri Kesehatan, Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, Menteri Pertanian, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Komunikasi dan Informatika, Kepala Badan POM, para Gubernur, serta Bupati dan Walikota di seluruh Indonesia.
Tujuannya agar masing-masing instansi mengambil langkah-langkah sesuai tugas, fungsi, dan kewenangannya untuk melakukan peningkatan efektivitas dan penguatan pengawasan obat dan makanan, jelas Penny.
Selanjutnya kedua Inpres ini telah diluncurkan secara resmi di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta melalui Germas Sapa (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat Sadar Pangan Aman), yang menjadi sinergitas penguatan ketahanan pangan nasional oleh 9 Kementerian, 1 Badan dan para Gubernur serta Walikota/Bupati, dibawah kordinasi Kementerian Kordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, demikian hal tersebut dipaparkan Drs.Suratmono MP, selaku Deputi III Ketahanan Pangan dan Bahan Berbahaya BP POM-RI, usai membuka sosialisasi Inpres No.1 dan No.3 Tahun 2017 di Aryaduta Hotel Jakarta, Kamis (23/11/2017).
Lebih jauh, Suratmono menjelaskan bahwa sesungguhnya sudah ada 5 Propinsi yang telah menjadi Pilot Project sekaligus berkomitmen mengimplementasikan Germas Sapa ini, dan tahun depan sudah ada 5 propinsi lagi yang menyatakan kesiapannya juga dengan mengeluarkan Surat Edaran-nya. Oleh karenanya, Germas Sapa akan terus bergulir di seluruh Indonesia bersama para stakeholder dan masyarakat, ujar Suratmono meyakini.
Sedangkan hadirnya Perpres No.80 Tahun 2017 untuk penguatan kelembagaan BPOM-RI dalam meraih asa lewat pengawasan Obat dan Makanan yang Aman, yang terkoordinatif di seluruh Indonesia. Seperti diketahui Pengawasan Obat dan Makanan berfungsi strategis nasional dalam upaya perlindungan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia dan untuk mendukung daya saing nasional.
Atas dasar pertimbangan tersebut, pada 9 Agustus 2017 lalu, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor: 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sebagai lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Bidang Pengawasan Obat dan Makanan, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, dan dipimpin oleh Kepala.
Perpres ini menegaskan, BPOM mempunyai tugas menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. “Obat dan Makanan sebagaimana dimaksud terdiri atas obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, prekursor, zat adiktif, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan,” bunyi Pasal 2 ayat (2) Perpres ini.
Sementara itu dalam Inpres Nomer 3 Tahun 2017, adapun tugas masing-masing kementerian terkait diantaranya; Menteri Kesehatan untuk melakukan koordinasi dan sinergi dalam menyusun dan menyempurnakan regulasi di bidang pengawasan sediaan farmasi serta tata kelola dan bisnis proses pengawasan sediaan farmasi yang transparan dan akuntabel untuk meningkatkan keamanan, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi.
Menteri Perdagangan untuk meningkatkan pengawasan terhadap pengadaan impor dan distribusi bahan berbahaya yang berpotensi disalahgunakan sampai ke pengguna akhir; dan melakukan sanksi administratif berupa: Pencabutan Surat Izin Usaha Perdagangan Bahan Berbahaya (SIUP-B2) untuk Distributor Terdaftar Bahan Berbahaya (DT-B2); Pencabutan pengakuan Importir Produsen Bahan Berbahaya (IP-B2); dan Pencabutan penetapan sebagai Importir Terdaftar Bahan Berbahaya (IT-B2).
Menteri Perindustrian melakukan sinergi, kolaborasi, dan kerja sama dalam pemeriksaan sarana produksi terkait Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik untuk pangan olahan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib; Meningkatkan pengawasan produksi dan penggunaan bahan berbahaya yang berpotensi disalahgunakan melalui penyusunan dan penetapan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria; dan melakukan pengkajian ulang dan harmonisasi standar kemasan pangan.
Untuk Menteri Pertanian melakukan sinergi, kolaborasi, dan kerja sama dalam pemeriksaan sarana produksi terkait Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik untuk pangan olahan asal hewan dan asal tumbuhan; dan Meningkatkan pengawasan produk obat hewan, pupuk, dan pestisida yang menggunakan bahan berbahaya yang berpotensi disalahgunakan sampai ke tingkat peredaran.
Menteri Kelautan dan Perikanan melakukan sinergi, kolaborasi, dan kerja sama dalam pemeriksaan sarana produksi untuk pemberian Sertifikat Kelayakan Pengolahan, Sertifikat Penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu, dan Sertifikat Kesehatan Produk Pengolahan Ikan terhadap pelaku usaha industri pengolahan ikan; dan Meningkatkan pengawasan produk obat ikan yang menggunakan bahan berbahaya yang berpotensi disalahgunakan sampai ke tingkat peredaran.
Sedangkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi memiliki tugas pelaksanaan percepatan reformasi birokrasi melalui penataan kelembagaan, perbaikan bisnis proses dan kinerja, serta peningkatan kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia pada instansi yang menangani bidang pengawasan obat dan makanan.
Menteri Dalam Negeri memiliki tugas meningkatkan pembinaan dan pengawasan kepada Gubernur, Bupati dan Walikota terkait pelaksanaan urusan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan dan minuman, serta pembinaan terhadap produk hukum daerah yang berkaitan dengan urusan dimaksud.
Selanjutnya Menteri Komunikasi dan Informatika memiliki tugas pemblokiran situs yang mempromosikan dan/atau menjual obat dan makanan ilegal secara on line berdasarkan rekomendasi dari instansi terkait.
Dan tugas Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan yakni menyusun dan menyempurnakan regulasi terkait pengawasan obat dan makanan sesuai dengan tugas dan fungsinya; Melakukan sinergi dalam menyusun dan menyempurnakan tata kelola dan bisnis proses pengawasan obat dan makanan; Mengembangkan sistem pengawasan obat dan makanan; Menyusun pedoman untuk peningkatan efektivitas pengawasan obat dan makanan; Melakukan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengawasan obat dan makanan; dan terakhir Mengoordinasikan pelaksanaan pengawasan obat dan makanan dengan instansi terkait.
Sementara itu untuk Para Gubernur memiliki tugas meningkatkan koordinasi pengawasan obat dan makanan; Melakukan pengawasan bahan berbahaya dan penerbitan SIUP B2 untuk Pengecer Terdaftar Bahan Berbahaya (PT-B2) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; Melakukan pengkajian ulang terhadap penerbitan pengakuan pedagang besar farmasi cabang dan izin usaha kecil obat tradisional sesuai standar dan persyaratan; Melakukan sanksi administratif (pencabutan pengakuan pedagang besar farmasi cabang; pencabutan izin usaha kecil obat tradisional; dan pencabutan izin pengecer bahan berbahaya) berdasarkan rekomendasi Kepala Dinas Kesehatan dan/atau Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya menerapkan sistem informasi database dan pelaporan pemberian pengakuan pedagang besar farmasi cabang dan izin usaha kecil obat tradisional dengan mengacu pada sistem informasi yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan dan/atau Badan Pengawas Obat dan Makanan; dan Melaporkan pelaksanaan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Instruksi Presiden ini kepada Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dengan tembusan Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Untuk Para Bupati dan Walikota memiliki tugas meningkatkan koordinasi pengawasan obat dan makanan; Melakukan sanksi administratif (seperti pencabutan izin apotek; pencabutan izin toko obat berizin; pencabutan izin usaha mikro obat tradisional; dan pencabutan sertifikat produksi pangan industri rumah tangga) berdasarkan rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, Melakukan pengkajian ulang terhadap fasilitas pelayanan kesehatan/fasilitas kefarmasian sesuai standar dan persyaratan; Melakukan pengkajian ulang sertifikasi produksi industri rumah tangga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Menerapkan sistem informasi database dan pelaporan pemberian sertifikasi/perizinan fasilitas pelayanan kesehatan/fasilitas kefarmasian, usaha mikro obat tradisional, dan industri rumah tangga pangan dengan mengacu pada sistem informasi yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan dan/atau Badan Pengawas Obat dan Makanan; dan Melaporkan pelaksanaan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Instruksi Presiden ini kepada Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dengan tembusan Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan Gubernur.
Terakhir, tugas bagi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dibawah kepemimpinan Puan Maharani yakni melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Instruksi Presiden ini; dan Melaporkan pelaksanaan Instruksi Presiden ini kepada Presiden secara berkala setiap 6 (enam) bulan atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.
(tjo; foto tress