SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia, Nadiem Anwar Makarim, mengemukakan bahwa berdasarkan hasil Asesmen Nasional pada tahun 2021 dan 2022 atau Rapor Pendidikan 2022 dan 2023, sebanyak 24,4 persen peserta didik mengalami berbagai jenis perundungan.
Selain itu, hingga saat ini anak-anak juga masih rentan menjadi korban perundungan fisik, verbal, relasional, ataupun secara daring (cyberbullying).
“Saya juga masih sering mendengar miskonsepsi yang menganggap perudungan sebagai cara menguatkan mental anak didik. Ini adalah miskonsepsi yang sama sekali tidak benar, karena pendidikan karakter semestinya tidak dilakukan dengan kekerasan yang bisa membuat anak-anak merasa takut dan trauma,” tandasnya dalam video sambutan Kegiatan Bimbingan Teknis Roots Anti Perundungan Angkatan VII yang digelar secara hibrida, di Tangerang, Banten, Kamis (20/7/2023).
Atas kondisi tersebut, Mendikbudristek, mengajak pemangku kepentingan untuk melanjutkan progam Roots Anti Perundungan untuk jenjang SMP, SMA dan SMK yang telah dilaksanakan sejak tahun 2021.
Program Roots Anti Perundungan tahun 2023 tidak hanya fokus menyelenggarakan bimtek bagi para fasilitator guru (fasgu) tetapi juga memastikan implementasi program Roots di satuan pendidikan.
Pada tahun ini, selain memperluas Roots menjadi gerakan, Kemendikbudristek berfokus pada pengawasan dan memastikan implementasi program Roots betul-betul terlaksana sehingga kerangka kerja dan tujuan utama dari progam ini tercapai,” ujar Nadiem.
Program Roots Anti Perundungan bertujuan untuk memperkuat peran serta tenaga pendidik dan peserta didik dalam pencegahan kekerasan di satuan pendidikan.
Bimtek yang diselenggarakan kepada para tenaga pendidik dalam memfasilitasi peserta didik di satuan pendidikan untuk menjadi agen perubahan pencegahan perundungan.
Berdasarkan data yang dihimpun Pusat Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek, setelah bimtek sebanyak 79,66 persen tenaga pendidik setuju merasakan dampak hubungan antarwarga satuan pendidik menjadi semakin positif. Lebih dari itu, hampir semua peserta didik terdorong untuk berani melaporkan kejadian perundungan di sekitarnya.
Di samping itu, 16,55 persen satuan pendidikan mengadaptasi Roots sebagai ekstrakurikuler yang berkelanjutan dan 32,41 persen satuan pendidikan sudah membuat prosedur pelaporan kekerasan (termasuk perundungan) yang ramah peserta didik.
Namun demikian, dalam rangka memastikan implementasi progam Roots Anti Perundungan, Kemendikbudristek melalui Puspeka bekerjasama dengan Balai Besar Penjamin Mutu Pendidikan (BBPMP), Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta para fasilitator nasional. (Seno/ADJ)