SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Berbagai pertanda jelas memperlihatkan nilai-nilai keindonesiaan kita, termasuk semboyan kebangsaan “Bhinneka Tunggal Ika”, terus menerus digerus. Oleh karena itu, 300 antropolog dari seluruh Indonesia menyatakan Darurat Ke-Indonesia-an.
Pernyataan sikap dan seruan Darurat Ke-Indonesia-an dari para antropolog dari seluruh Indonesia ini ditandatangani oleh Prof. Amri Marzali PhD; Prof Dr. Meutia F. Swasono; Prof. Dr. Sulistyowati Irianto; Dr. Kartini Sjahrir; Dr. Selly Riawanti; Drs. R. Yando Zakaria; Tjunggozali Joehana, MA; Drs. Gigin Praginanto dan Iwan Meulia Pirous MA.
Indonesia merupakan rumah bersama dari keragaman agama, ras, etnis, gender, kepercayaan, keyakinan, kelas sosial, dan sudut pandang. Indonesia bukan hanya yakin tapi juga bangga dengan Bhinneka Tunggal Ika: berbeda-beda tapi satu.
Namun beberapa peristiwa belakangan memperlihatkan adanya kelompok-kelompok yang melakukan politik identitas. Tidak sedikit elit politik menggunakan diskursus yang memecah belah dan menggerus nilai keindonesiaan. Bahkan media sosial dipakai untuk menyebar kebencian secara beringas, tidak dimanfaatkan untuk menggali ilmu pengetahuan. Media sosial kehilangan hakekat sosial dan sering menjadi forum permusuhan.
“Nilai keindonesiaan kita terus digerus. Kami menganggap penting menyatakan darurat keindonesiaan agar semua pihak menyadari bahwa ini bukan soal kecil. Ini soal siapa dan apa kita sebagai Indonesia,” kata Prof. Dr. Meutia F. Swasono, antropolog senior, salah satu penandatangan Pernyataan Sikap dan Seruan tersebut.
Salah satu sikap bersama adalah menolak segala bentuk kekerasan dan pemaksaan, penyerangan, serta pembungkaman terhadap kelompok agama, ras, etnis, gender, kepercayaan, keyakinan, kelas sosial, atau sudut pandang yang berbeda. Pada saat bersamaan pemerintah -khususnya Panglima TNI dan Kapolri- diminta menegakkan hukum secara adil dan independen, yang tidak terpengaruh oleh tekanan kelompok tertentu.
Sementara itu, masyarakat diharapkan berpikir kritis agar tidak dimanfaatkan oleh pihak yang menyebarkan intoleransi dan kebencian. Selain itu, Gerakan Antropolog Untuk Indonesia Yang Bineka dan Inklusif menyerukan pula penggunaan media sosial untuk memperluas jalinan persahabatan dan persaudaraan, bukan untuk menyudutkan warga, kelompok, atau golongan lain.
Penyataan sikap dan seruan tersebut semata-mata bertujuan untuk menjaga dan merawat bersama kesatuan Indonesia yang dibangun para perintis bangsa lebih dari 70 tahun lalu. Di tengah tantangan global masa kini dan masa depan, Indonesia harus -dan jelas mampu- bertahan sebagai satu negara besar dengan kearifan keragaman yang dibanggakan. (ist/gha; foto ist