SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Hadirnya perkembangan teknologi kamera yang semakin canggih yang teraplikasikan pada seperangkat gadget tak dapat terlepaskan dari gaya hidup media sosial remaja milenial. Tak terkecuali pula pengaruhnya terhadap tingginya kunjungan pada sejumlah pameran seni yang dihelat belakangan ini.
Swafoto atau foto selfie di sejumlah pameran seni kerap menjadi sasaran remaja dimanapun. Oleh karenanya dibutuhkan edukasi yang kontinyu dan terarah bagi generasi muda bangsa ini untuk dapat mengapresiasi sekaligus menghargai sebuah karya seni yang dipamerkan dalam sebuah pameran seni apa pun.
Galeri Nasional Indonesia sebagai salah satu tempat dimana sejumlah koleksi benda seni milik negara disimpan dan dipamerkan. Tak dapat dihindari untuk terus mengedukasi masyarakat untuk dapat mengapresiasi karya karya seni tersebut dengan baik dan benar tentunya melalui program bimbingan dan edukasi yang bertajuk Menjadi Apresiator Seni Terhebat.
Melalui kegiatan ini diharapkan dapat mengugah kesadaran peserta yang terdiri dari para pelajar SMP, SMA/SMK sederajat, mahasiswa, dan Guru Seni Budaya dari beberapa sekolah di wilayah Jabodetabek. Selain juga para seniman, jurnalis, dan masyarakat umum, sebagai apresiator seni yang hebat yang memiliki etika dalam mengapresiasi karya seni rupa, jelas Kepala Galeri Nasional Indonesia Drs. Pustanto, M.M, saat membuka kegiatan Menjadi Apresiator Seni Terhebat tersebut.
Selanjutnya para peserta yang hadir melalui pendaftaran via online ini, kemudian diajak berkeliling di Galeri Nasional Indonesia ke sejumlah ruang pameran untuk mengapresiasi karya yang sedang di pamerkan. Setelah berkeliling mengapresiasi karya, para peserta kemudian diajak berdialog interaktif.
Terntata aktivitas para peserta di dalam ruang pamer tersebut direkam secara tersembunyi dan diputar ulang di hadapan para peserta untuk ditunjukkan sikap/perilaku mana saja yang baik dan kurang baik dalam mengapresiasi karya seni.
Dalam dialog interaktif terungkap saat peserta berkeliling ruang pameran masih kedapatan berdiri di samping karya seni, menyentuh atau memegang karya seni, melompati batas pengunjung dengan karya seni, atau melakukan swafoto hanya untuk kepentingan eksistensi di media sosial peserta saja.
Hal tersebut tidak dibenarkan, jelas Zamrud Setya Negara, saat berdialog interaktif dengan para peserta, karena semua tindakan itu mengarah pada pengerusakan karya seni rupa yang termasuk karya koleksi negara. Karena setiap karya seni, apalagi yang menjadi koleksi negara harus tetap dilestarikan, dipelihara, dan dijaga keamanannya agar tetap dapat dinikmati dan diwariskan kepada generasi selanjutnya akan pentingnya sejarah perkembangan seni rupa kontemporer Indonesia yang menandai identitas bangsa.
Dengan menjadikan peserta sendiri sebagai contoh, program bimbingan dan edukasi ini menciptakan kader inisiator yang mampu menularkan etika, sikap, dan perilaku yang baik dalam mengapresiasi karya seni rupa kepada lingkungan terdekatnya atau bahkan orang baru di sekitarnya.
Edukasi yang dikemas dalam program bimbingan dan edukasi, sesungguhnya telah dimulai pada tahun 2015, dan di tahun 2018, program tersebut dilaksanakan kembali pada Rabu, 15 Agustus 2018 di Ruang Serba Guna Galeri Nasional Indonesia, yang juga menghadirkan tiga narasumber yakni Pustanto (Kepala Galeri Nasional lndonesia); Leonhard Bartolomeus (Kurator Pameran Proyek SKS “Titik Temu”); dan Zamrud Setya Negara (Motivator Nasional Edukasi dan Seni Rupa). Selain dihelat di lingkungan Galeri Nasional Indonesia juga di berbagai kota di Indonesia seperti Serang, Sukabumi, Purwokerto, Malang, Tasikmalaya, Cimahi, Solo, Bandung, dan Jambi.
Sementara Sekretaris Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbud, Sri Hartini yang membuka program Menjadi Apresiator Seni Terhebat, meminta program yang baik ini bisa di laksanakan satu hari penuh. Karena menjadi apresiator seni yang hebat akan membentuk watak dan karakter yang mulia bagi bangsa dan negara. Dan kebudayaaan itu harus diletakkan di depan dalam membangunan Sumber Daya Manusia, karena mempengaruhi watak dan pola pikir generasi bangsa ini, tutup Sri Hartini.
(tjo; foto nia