SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Virus Corona varian Delta menjadi sorotan dunia karena dianggap sangat mudah menular. Bahkan varian ini disebut bisa menular hanya dengan berpapasan.
Hasil tracing di Australia pada kasus yang terjadi di salah satu pusat perbelanjaan South Wales, menunjukkan betapa cepatnya penularan varian Delta. Hal ini kemudian ditanggapi oleh Ketua Satgas IDI Prof Zubairi Djoerban yang menyebut transmisi cepat varian Delta bukan candaan semata.
Dalam cuitannya di akun Twitter pribadi miliknya, Prof Zubairi mengatakan kecepatan transmisi varian Delta sudah menjadi perhatian khusus para ahli, terutama kejadiannya tak hanya terjadi sekali di Australia.
Banyak pertanyaan kepada saya soal Varian Delta yang bisa menginfeksi hanya dengan berpapasan dalam hitungan detik. Apakah itu lelucon? Masa iya hanya beberapa detik berpapasan dengan orang lain bisa terinfeksi?
Ini penjelasan saya:
— Zubairi Djoerban (@ProfesorZubairi) June 25, 2021
Ahli virologi Universitas Griffith, Lara Herrero, mengatakan dalam momen transmisi yang terekam di CCTV, virus didapati bisa bertahan di udara cukup lama sehingga seseorang bisa menghirupnya dan kemudian terinfeksi.
Transmisi kontak sekilas juga didukung pernyataan beberapa ahli temasuk ahli epidemiologi dunia Eric Feighl-Ding.
“Secara global, varian Delta memang menyebabkan lonjakan kasus COVID-19 yang tinggi di beberapa negara, termasuk Indonesia. Kabar baiknya, sebagian besar vaksin yang beredar masih bisa bekerja melawan varian Delta ini,” pungkas Prof Zubairi.
Menyebar di 11 negara
Sementara itu, Varian Corona Delta Plus ditengarai telah menyebar di sejumlah negara. Para ahli mengungkap telah mendeteksi keberadaan 200 kasus COVID-19 varian Delta Plus di 11 negara.
Dikutip dari CNN, beberapa negara yang telah melaporkan adanya varian Delta Plus di antaranya Amerika Serikat, Inggris, dan India. Para ahli tak merinci lebih lanjut kesebelas negara yang sudah mendeteksi kemunculan varian Delta Plus tersebut.
Varian Delta Plus atau AY.1 menimbulkan sejumlah kekhawatiran karena dianggap jauh lebih menular dibandingkan strain aslinya. Peneliti di seluruh dunia juga melakukan penyelidikan terkait karakteristik varian Delta Plus.
Delta Plus sendiri adalah mutasi dari varian Delta yang pertama kali ditemukan di India pada Februari lalu. Dalam laporan ke Sistem Data Global, India juga melampirkan sampel genome agar pihak terkait dapat melakukan penelusuran lebih lanjut.
Menurut badan pengurutan genom COVID-19 pemerintah India, varian Delta Plus menunjukkan beberapa sifat yang mengkhawatirkan seperti peningkatan penularan, pengikatan yang lebih kuat pada reseptor sel paru-paru, dan potensi pengurangan respons antibodi.
Kementerian Kesehatan India melaporkan mereka menemukan 30 kasus varian Delta Plus yang tersebar di empat negara bagian, yaitu Maharashtra, Madhya Pradesh, Kerala, dan Karnataka.
Kepala ilmuwan WHO mengatakan ada kekhawatiran bahwa varian ‘Delta Plus’ bisa lebih mematikan.
Hal ini disebabkan adanya tambahan mutasi pada virus yang berpotensi membuatnya makin kebal terhadap obat dan vaksin. Sampai saat ini, WHO masih melakukan studi lanjutan untuk membuktikannya. (wwa)