SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Dalam Forum Legislasi bertajuk “Efisiensi RUU Transportasi Online, Efisienkah?” yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, sejumlah pihak menyerukan solusi konkret terhadap persoalan transportasi online. Diskusi yang dihadiri anggota DPR, perwakilan driver, serta pengamat transportasi ini menyuarakan kekesalan atas lambatnya progres pembahasan RUU Transportasi Online, yang dianggap tidak mampu menjawab tantangan nyata di lapangan.
Kekhawatiran Reni Astuti: Solusi Nyata untuk Driver Ojol
Anggota Komisi V DPR RI, Reni Astuti, menyatakan bahwa pembahasan RUU tersebut tidak boleh hanya berakhir pada wacana belaka. Menurutnya, kondisi ekonomi para driver ojek online semakin mendesak, sementara peraturan yang ada belum mampu menekan praktik tidak transparan dari aplikator.
“Diskusi tanpa solusi hanya akan menambah harapan palsu. Ini jadi tanggung jawab kami di DPR untuk menghadirkan kebijakan yang menjawab realita di lapangan.”
— Reni Astuti, Anggota Komisi V DPR RI (PKS)
Reni menyoroti bahwa peraturan menteri yang menetapkan batas potongan pendapatan maksimal sebesar 20% (15% + 5%) sering diabaikan, dengan banyak aplikator yang memotong hingga 40–50%. Dia pun mendesak agar Kementerian Perhubungan segera melakukan audit terhadap praktik tersebut. Tak hanya itu, Reni juga mengingatkan pentingnya perlindungan bagi driver, terutama perempuan yang menghadapi tantangan ganda sebagai tulang punggung keluarga.
Suara Pengemudi: Raden Igun Wicaksono Galang Aspirasi Driver Ojol
Dalam kesempatan yang sama, Raden Igun Wicaksono, Ketua Umum Garda Indonesia – asosiasi pengemudi ojek online, menyampaikan kekecewaan para driver yang sejak 2018 telah meminta kehadiran payung hukum dari pemerintah. Meski regulasi terkait tarif sudah dikeluarkan, praktik di lapangan masih jauh dari standar yang diharapkan.
“Kami minta negara hadir, bukan cuma bikin regulasi yang jadi pajangan. Pelanggaran di lapangan dibiarkan tanpa tindakan.”
— Raden Igun Wicaksono, Ketua Umum Garda Indonesia
Igun menegaskan bahwa diskusi yang hanya melibatkan pemerintah dan aplikator tanpa menyertakan pengemudi merupakan bentuk ketidakadilan. Ia menilai bahwa aksi serentak yang digelar pada 20 Mei 2025 adalah bukti nyata akumulasi kekecewaan driver terhadap ketidakseriusan pemerintah dalam memberikan solusi yang komprehensif.
Adian Napitupulu: “Negara Diam Selama 15 Tahun”
Dari sisi DPR, Adian Napitupulu dari Fraksi PDI Perjuangan mengkritik pemerintah karena membiarkan pelanggaran hukum di sektor transportasi online berlangsung sejak 2010. Ia mempertanyakan klaim bahwa kehadiran ojek online melalui aplikasi telah menciptakan lapangan kerja baru, dengan menyoroti bahwa sebelum munculnya aplikasi, ojek pangkalan telah ada dan bekerja sesuai mekanisme tradisional.
“Sejak 2010 sampai sekarang, kita membiarkan hukum dilanggar. Ini pelanggaran berjamaah yang harus dihentikan.”
— Adian Napitupulu, Anggota Komisi V DPR RI (PDIP)
Adian juga mengungkapkan keprihatinannya mengenai ketidakjelasan alokasi dana 5% yang seharusnya menjadi tunjangan kesejahteraan bagi para driver. Ia menuding adanya “kepentingan besar” di balik pembatalan mendadak Rapat Dengar Pendapat antara DPR dan aplikator, yang menurutnya mencerminkan sikap pasif pemerintah.
“Kalau berani, ayo debat terbuka. Buka data, ajak media, biar rakyat tahu apa yang sebenarnya terjadi.”
— Adian Napitupulu
Harapan untuk Regulasi yang Lebih Tegas
Ketiga suara tersebut sepakat bahwa pembahasan RUU Transportasi Online harus segera menghasilkan regulasi yang berpihak pada kesejahteraan driver dan menindak tegas praktik tidak transparan oleh aplikator. Mereka mendesak agar pemerintah segera mengambil langkah-langkah nyata, termasuk pembentukan Panitia Kerja DPR dan pertemuan terbuka dengan semua pihak, sehingga regulasi yang disusun dapat memberikan perlindungan hukum dan keadilan bagi ribuan pengemudi ojek online di seluruh Indonesia.
“Kita ingin semua pihak tumbuh bersama—driver, aplikator, dan pengguna. Tapi jangan ada eksploitasi. Negara harus hadir sesuai dengan visi besar untuk melindungi rakyat.”
— Reni Astuti (kutipan disesuaikan)
Dengan momentum ini, para pembicara berharap agar pemerintah tidak hanya membuat regulasi sebagai formalitas semata, tetapi segera mewujudkan kebijakan yang adil, transparan, dan aplikatif dalam menjaga keberlangsungan sistem transportasi online di Indonesia.
(Anton)