SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Masyarakat Indonesia masih memiliki akses yang terbatas kepada bahan bacaan. Menurut UNESCO angka ideal terhadap akses bahan bacaan adalah satu orang mengakses tiga buku per tahun.
Sedangkan kondisi di Indonesia, seperti tertuang dalam kajian IPML Perpustakaan Nasional RI 2020, rasio keterbatasan buku dengan jumlah masyarakat adalah 1 buku dibaca oleh 90 orang.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Perpustakaan Nasional RI, Muhammad Syarif Bando, dalam rapat dengar pendapat dengan Pimpinan dan Anggota Komite III DPD RI, di Gedung B DPD RI, Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/12/2022).
Oleh sebab itu, menurut Muhammad Syarif Bando, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, berikhtiar membangun ekosistem masyarakat berbasis pengetahuan dalam mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan bersaing.
“Hal demikian, dapat terwujud jika mendapat dukungan penuh dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk dalam hal ini dengan Pimpinan dan Anggota Komite III DPD RI,” ujarnya dengan penuh semanfat.
Salah satu dari ikhtiar tersebut, menurutnya, Perpustakaan Nasional melalui program Duta Baca Indonesia, meningkatkan indeks literasi masyarakat melalui dalam bentuk pelatihan menulis agar bermunculan penulis-penulis baru di daerah.
Pelatihan tersebut diharapkannya mendorong para penulis baru mampu menulis dan menerbitkan buku secara indie (penerbit rumahan) ataupun mayor label (penerbit besar) sehingga buku di daerah bisa tercukupi.
Selama safari literasi tahun 2022, Duta Baca Indonesia (DBI) dan Masyarakat Indonesia telah menghasilkan 54 buku antologi cerita pendek.
“Dalam rangka mendorong kegemaran membaca dan literasi, DBI melaksanakan berbagai program yang dilakukan berbagai program di sejumlah pulau di Indonesia, seperti di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Bali, NTT dan NTB,” jelasnya.
Sedangkan lokasi pelaksanaan dari kegiatan tersebut antara lain di kantor-kantor Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, Gedung Pemerintahan Daerah, tempat tokoh literasi setempat, kampus, sekolah dan komunitas-komunitas yang berada di daerah tersebut.
Adapun kegiatan yang dilakukan diantaranya untuk mendorong kepala daerah menghasilkan perda literasi, merespon Undang-Undang Nomor 3 tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, seminar literasi, pelatihan menulis, workshop membuat alat peraga literasi dari dus bekas, bedah buku dan film, peluncuran buku, mengenalkan literasi dasar dan karakter kelas usia dini, serta menstimulus pembuatan program kegiatan literasi di komunitas masyarakat literasi.
Menurut Ketua Komite III DPD RI, RDP dengan Perpustakaan Nasional dimaksudkan untuk memperoleh informasi dalam dua hal. Pertama, mengenai Rencana Kerja Perputaakaan Nasional tahun 2023, khususnya terkait program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial. Kedua, pembudayaan kegemaran membaca dan literasi, serta sertifikasi dan uji kompetensi pustakawan.
Dalam RDP tersebut, Komite III DPD RI menilai bahwa rendahnya literasi masyarakat Indonesia bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata, melainkan seluruh stakeholder.
“Pemerintah membutuhkan peran para pemangku kebijakan, pegiat literasi dan masyarakat umum untuk berkolaborasi mensukseskan program mencerdaskan kehidupan bangsa,” tandas Ketua Komite III DPD RI, Hasan Basri.
Selanjutnya dijelaskan, perpustakaan mengemban tugas yang berat karena dituntut bertransformasi melakukan pelayanan inklusi sosial dengan pendekatan kearifan lokal. Perpustakaan juga dituntut untuk berinovasi sehingga dapat bergerak mendorong menciptakan kerja.
“Hal itu dilakukan untuk mendekatkan buku-buku ilmu terapan, buku gaya hidup yang berisi sejarah kesuksesan seseorang kepada masyarakat untuk membacanya dan mampu menginspirasi,” ungkapnya.
Sedangkan Anggota DPD RI asal Provinsi Nusa Tenggara Timur, Asyera Respati A Wundalero, mengatakan siapapun latar belakang masyarakat Indonesia baik kalangan eksekutif, legislatif, yudikatif, masyarakat umum dan seluruhnya bertanggungjawab dalam menyejahterakan anak bangsa.
Pasalnya dengan adanya budaya membaca di tengah-tengah masyarakat maka dia menyakini Indonesia mampu bersaing dengan negara maju. (Aji)