SUARAINDONEWS.COM, Jakarta — Polemik soal penarikan royalti musik di ruang publik kembali menjadi sorotan. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad meminta agar pemerintah, khususnya Kementerian Hukum dan HAM, segera menyusun aturan teknis yang adil dan tidak memberatkan pelaku usaha, sambil tetap melindungi hak pencipta lagu.
“Kami sudah minta Kementerian Hukum, yang membawahi LMK-LMK, untuk membuat aturan yang tidak menyulitkan,” ujar Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (4/8).
Pelaku Usaha Keberatan, Musisi Menuntut Hak
Sejumlah pelaku usaha seperti kafe, restoran, dan hotel mengeluhkan kewajiban membayar royalti saat memutar lagu di tempat usaha mereka. Mereka menilai prosedurnya tidak transparan dan terasa membebani, apalagi di tengah pemulihan ekonomi pasca pandemi.
Namun di sisi lain, para musisi dan pencipta lagu menyatakan bahwa pemutaran lagu tanpa membayar royalti adalah bentuk pembajakan terselubung. Mereka menuntut hak ekonomi atas karya mereka dipenuhi sesuai aturan.
DPR Tengah Bahas Revisi UU Hak Cipta
Dasco menyampaikan bahwa saat ini Komisi X DPR RI tengah membahas revisi UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Revisi ini diharapkan akan menghadirkan sistem pengelolaan royalti yang lebih jelas, transparan, dan akuntabel.
“Sambil menunggu revisi UU, pemerintah perlu menciptakan regulasi yang adil,” tambah Dasco, yang juga politisi dari Fraksi Gerindra.
Royalti Miliaran, Tapi Masih Dipertanyakan
Menurut data Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), total royalti yang terkumpul pada 2023 mencapai lebih dari Rp 150 miliar. Namun distribusinya masih jadi sorotan, karena tak semua pencipta lagu merasa mendapatkan haknya secara proporsional.
Saat ini, terdapat sekitar 10 LMK (Lembaga Manajemen Kolektif) di Indonesia yang bertugas menarik dan menyalurkan royalti dari berbagai jenis penggunaan lagu, mulai dari radio, televisi, hingga ruang publik seperti pusat perbelanjaan, hotel, dan restoran.
Harus Ada Aturan yang Transparan dan Proporsional
Dasco menegaskan bahwa aturan teknis yang sedang dirumuskan harus memuat:
- Kejelasan mekanisme penarikan royalti
- Transparansi besaran tarif
- Saluran pengaduan yang jelas untuk kedua belah pihak
DPR juga mendorong agar revisi UU Hak Cipta nanti dapat mengatur klasifikasi tempat usaha berdasarkan skala bisnis, sehingga pemberlakuan royalti bisa lebih proporsional dan tidak membebani usaha kecil-menengah.
Polemik royalti musik jadi sinyal penting bahwa aturan harus berpihak pada keadilan semua pihak. DPR mendorong regulasi yang tidak berat sebelah: hak pencipta lagu tetap dihormati, tapi pelaku usaha tidak dipaksa menanggung beban berlebihan. Solusi yang transparan dan tepat sasaran jadi kunci agar konflik serupa tak terus berulang.
(Anton)