SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Cedera kulit akibat perekat medis atau plester (MARSI) kerap terjadi, namun kurang mendapat perhatian khusus dari tenaga kesehatan di Indonesia.
Masalah ini menjadi tantangan menurut sekelompok kerja ahli kedokteran dan mengambil inisiatif untuk merumuskan konsensus yang berfokus pada peningkatan kesadaran dan pencegahan terkait MARSI. Selompok kerja tersebut tergabung dalam PABI, PERDICI, PERDOSKI, PERGEMI dan IDAI.
Apa itu MARSI? MARSI atau Medical Adhesive Related Skin Injury adalah kerusakan kulit akibat penggunaan produk atau alat perekat medis seperti plester, dressing, produk stoma, elektroda, pacth obat dan, strip penutup luka.
“Hampir semua pasien rumah sakit berhubungan dengan plester,” ungkap dr. Hery Setyanto, Sp.B, FinaCS, dari Perhimpunan Ahli Bedah Indonesia (PABI), pada saat acara Media Briefing yang bertajuk “Pentingnya Pencegahan Cedera Kulit Akibat Perekat Medis (MARSI), di Jakarta, Kamis (31/8/2023).
Dokter Hery Setyanto, mengaku sering menemukan kondisi kulit pasien seperti lecet melepuh, atau kulit pasien terkelupas ketika plester dilepaskan. Tanpa penanganan yang tepat, kondisi kulit tersebut dapat berisiko menimbulkan infeksi atau penyakit lainnya.
Menurutnya, MARSI terjadi akibat penggunaan perekat medis atau plester yang kurang tepat sehingga berdampak signifikan terhadap keselamatan dan kenyamanan pasien, seperti kerusakan permukaan kulit yang menimbukan rasa nyeri, infeksi, perluasan luka, dan lambatnya penyembuhan luka. Komplikasi MARSI juga memberikan beban finansial tinggi akibat kebutuhan pelayanan tambahan dan perawatan luka yang lebih lama.
“Observasi yang telah dilakukan PABI, 32 dari 36 pasien (88,88%) yang mengalami MARSI merasakan nyeri atau sakit yang mengganggu dan 6 di antaranya juga mengalami komplikasi infeksi,” terangnya.
Mereka, ujar dr. Hery, yang memiliki risiko terkena MARSI adalah pasien berusia lanjut, pasien pediatri, pasien ICU, dan pasien yang telah mengalami pembedahan.
“Masih sedikit rumah sakit yang memiliki standard operational procedures atau SOP untuk MARSI. Dengan demikian, jelas bahwa konsensus MARSI ini sangat dibutuhkan di Indonesia, terutama untuk pasien risiko tinggi,” kata dokter ahli bedah, Heri Setyanto.
Sementara itu, Dr. dr. Erwin Pradian, Sp.An.KIC,KAR, M.Kes, dari Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia (PERDICI), menginformasikan, hasil survei pihaknya menunjukkan, bahwa 59 pasien anggota PERDICI ditemukan, tipe MARCI tertinggi pada pasien ICU adalah akibat dermatitis iritan kontak sebanyak 47,3% dan dermatitis alergi sebanyak 30,9%.
Dirinya menyebutkan, pasien dengan penyakit kritis di ICU rentan terhadap MARSI karena berbagai faktor, di antaranya karena kondisi umum mereka sehari-hari terkena paparan yang tinggi terhadap perekat medis, malnutrisi, ketidakstabilan hemodinamik, disfungsi organ, edema, dan kelainan kulit,” tandasnya.
Erwin menambahkan, dalam proses pengobatan, pasien ICU biasanya membutuhkan berbagai perangkat medis untuk pemantauan, diagnosis, dan pengobatan. Misalnya kateter urin, enteral, dan vaskukar adalah perangkat medis yang paling banyak digunakan, dan memerlukan penggunaan perekat medis atau plester, yang selalu diganti secara berkala.
MARSI juga kerap terjadi pada pasien anak-anak dan lanjut usia (lansia) kata dr. Tartila, Sp.A(K), dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Tartila menyatakan, kulit anak-anak cenderung masih rentan dan sensitif, mengakibatkan berisiko tinggi terkena MARS.
Berdasarkan survei singkat Pediatric ICU (PICU) rumah sakit di Indonesia, ditemukan MARSI sebesar 12% dari total 77 pasien.
Suatu studi menunjukkan bahwa prevalensi MARSI di Pediatric ICU sebesar 23,5 hingga 54% akibat penggunaan plester untuk fiksasi selang nafas. “Untuk itu, kami menekankan pentingnya perhatian yang cermat oleh tenaga kesehatan pada anak-anak dengan faktor risiko yang teridentifikasi seperti usia, durasi rawat inap yang lama, edema, infeksi, atau pembedahan,” jelas dr Tartila.
Dr.dr. Kuntjoro Harimurti, Sp.PD-KGER, M.Sc. dari Perwakilan Gerontologi Medik Indonesia (PERGEMI), juga menyatakan hal yang sama. Pada dasarnya, hampir seluruh kelompok populasi memiliki risiko untuk terkena MARSI. Namun, Lansia memiliki risiko lebih tinggi karena kondisi kulit menurun pada saat penuaan. Selain itu, pada lansia usia umumnya mempunyai banyak penyakit, banyak menggunakan obat-obatan, dengan status gizi yang kurang (malnutrisi).
“Bagi pasien lansia, MARSI tentu saja menimbulkan ketidaknyamanan karena rasa nyeri, lamanya waktu penyembuhan luka yang bisa membuat pasien stress, hingga infeksi. Jaringan kulit lansia pun cenderung rapuh, karena kehilangan kelembapan dan kekenyalan. Ini menjadi faktor risiko tersendiri yang menyebabkan semakin tingginya risiko MARSI ” paparnya.
Dalam diskusi yang dihadiri para awak media ini, dr. Maylita Sari, Sp.KK, FINDV, dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia menjelaskan bagaimana tatalaksana pencegahan MARSI yang ideal.
“Pencegahan MARSI harus dimulai dari persiapan kulit, pemilihan bahan perekat medis yang sesuai, pemasangan dan pelepasan perekat medis atau plester. Harus dipahami dengan baik dan benar oleh para tenaga kesehatan,” saran, dr. Maylita Sari.
Menurutnya, karakteristik perekat medis atau plester yang perlu dipertimbangkan adalah kekuatan rekat, kelembutan, bahan berpori (breathable), dan elastisitas. Pada intinya pemilihan perekat medis harus dapat mengakomodasi kebutuhan tujuan perekat medis/plaster, kokasi anatomis dan kondisi yang terjadi pada kulit.
“Untuk itu, diperlukan pilihan perekat medis/plester yang berfungsi dengan baik namun tidak mencederai kulit,” ujarnya.
Joice Simanjutak, dari Essity, sebuah perusahan global di bidang hygiene dan kesehatan yang hadir juga sebagai narasumber, menjelaskan bahwa seperti para dokter sampaikan saat ini, belum ada konsensus dan protokol yang menjadi acuan utama pencegahan MARSI bagi seluruh dokter di Indonesia.
Untuk mendukung konsensus ini, pihaknya berkomitmen melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan dalam peningkatan dan kesadaran terkait risiko dan dampak MARSI. Selain itu menghadirkan inovasi terbaru perekat medis atau plester dengan perekat silikon untuk pencegahan MARSI. (Ahmad Djunaedi)