SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menilai langkah pemotongan anggaran (APBN) diikuti pengoreksian yang dilakukan oleh Menkeu RI Sri Mulyani menunjukkan bukti pemerintah inkompeten menyusun anggaran pendapatan dan belanja negara serta tak mampu mengelola negara.
“APBN baru disahkan seminggu yang lalu, langsung dipotong. Itu tidak bisa seenaknya, melainkan harus diajukan ke DPR RI dulu, “ ujar tegas Waketum Gerindra itu dalam dialektika demokrasi ‘Pajak dan APBN 2016’ bersama Ketua DPD RI Irman Gusman, dan dikretur eksekutif INDEF Enny Sri Hartati di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (11/8/2016) kemarin.
Menurut Fadli Zaon, jika langkah pengoreksian tersebut tidak diajukan ke DPR, maka dikhawatirkan akan berimplikasi politik karena melanggar UU. “Pengaruhnya sangat besar terhadap perekonomian rakyat, “ katanya.
Fadli berpendapat seharusnya melakukan evaluasi terhadap program kerjanya. Misalnya pembangunan infrastruktur itu untuk siapa dan di lokasi mana prioritas dibangun. Selain itu postur perubahan APBN pun harus berorientasi politik anggaran ekonomi rakyat seperti pertanian, UKM dan sebagainya. Sebab kondisi saat ini yang terjadi pemerintah justru mem-back up ekonomi besar, terutama kepemilikan dan penguasaan lahan.
“Untuk itu DPR meminta pemerintah tidak memotong anggaran dana desa dan dana transfer daerah. Ini koreksi untuk Presiden (Joko Widodo) sendiri dan juga pemerintahan, “ katanya.
Fadli mengatakan, anggaran yang disusun pemerintah memang bisa saja sewaktu waktu direvisi bila ada hal darurat. Namun, APBN-P 2016 baru diketuk pada 28 Juni lalu sehingga seharusnya tak perlu direvisi apabila tak ada kesalahan dalam penyusunan anggarannya.
“Ini karena penerimaan dipatok tinggi, tapi realisasi tak seperti yang diharapkan. Defisitnya tinggi Rp 219 Triliun dari PDB. Artinya tekor negara,” katanya seraya mengingatkan pemerintah bahwa pemangkasan anggaran ini harus melalui persetujuan DPR.
Dalam kesempatan sama, Indef Enny Sri Hartati mengatakan perubahan kebijakan pemerintah dalam masalah pengelolaan anggaran negara berupa pemotongan anggaran secara sepihak APBN-P, bisa menjadi perubahan mendasar terhadap pengelolaan APBN dan dikhawatirkan dapat menghilangkan APBN-P.
“Jadi, dalam membahas APBN itu harus hati-hati meski ada target tax amnesty Rp 165 triliun, bahwa APBN itu instrumen fiskal, yang bukan saja untuk mengelola penerimaan dan belanja negara, “ katanya.
Sementara Irman Gusman berpandangan dalam kondisi sekarang ini dianjurkan oleh Irman agar pemerintah daerah punya kreatif untuk menghidupkan ekonomi lokalnya. “Jika ini terjadi, maka beban dari pemerintah pusat juga akan ringan,” tegasnya.(EKJ)