SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Untuk membangun DPR sebagai rumah rakyat tak hanya tergantung pada perbaikan sistem di internal DPR dan peran parpol saja. Tak kalah penting, peranan aktif civil society atau masyarakat madani untuk mendorong reformasi parlemen.
“Pola relasi DPR dan masyarakat madani yang saling memperkuat (empowering) akan berpengaruh positif terhadap perbaikan dan penguatan masing-masing.
Demikian salah satu catatan penting profesor riset LIPI Siti Zuhro atau solusi membangun DPR untuk merespon penilaian negatif dan ketidakpuasan, kekecewaan dan ketidakpercayaan publik terhadap DPR. saat menjadi pembicara dalam dialektika demokrasi bertajuk “Secercah harapan untuk wakil rakyat” di gedung DPR Jakarta, Kamis (15/9/2016).
Siti Zuhro menambahkan beberapa langkah lain untuk membangun DPR sebagai rumah rakyat rakyat adalah dengan menghadirkan ikon dan environment baru, nilai-nilai budaya politik baru di DPR yang bisa menjadi penyemangat dan acuan bagi DPR. Perlu pula dimunculkan reward and punishment bagi anggota dewan supaya seimbang.
“Anggota dewan tak hanya dihukum bila salah, tapi juga mestinya diberikan penghargaan bila mereka melakukan tugasnya dengan baik, ” lanjut Siti Zuhro.
Siti Zuhro menambahkan sebagai show room atau etalase demokrasi, tutur kata, perilaku dan tindakannya selalu diperhatikan publik. Karenanya baik buruknya DPR akan ditentukan oleh para anggotanya sendiri.
“Parpol yang cerdas akan mengusung caleg-caleg andalannyan untuk memenangkan pemilu. Gagal menempatkan anggota legislatif yang mumpuni akan berpengaruh negatif terhadap institusi partai, ” ujarnya.
Siti Zuhro menyarankan agar MKD di DPR yang berfungsi sebagai penopang akuntabilitas publik maupun pengawasan yang dilakukan parpol mestinya bertindak efektif dan fungsional agar tidak ada pembiaran terhadap perilaku anggota dewan yang menyimpang. “Deteksi dini perilaku menyimpang bisa dilakukan secara pro-aktif oleh kedua lembaga ini, ” katanya.
Pengamat Hukum Tata Negara, Rahmat Bagja mengatakan bahwa DPR RI periode 2014-2019 tidak bersikap kritis dalam beberapa bulan terakhir. “Kritik terhadap pemerintah hanya terjadi 2015 hingga awal 2016. Setelah itu kurang,” kata Rahmat.
Rahmat menambahkan sikap kritis dari parlemen, akan menjadikan pemerintah bersikap hati-hati dalam menjalankan roda kekuasaannya. Hal itu pernah terjadi pada kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). “Saat pemerintahan SBY parlemen kuat, itu membuat pemerintah jalannya hati-hati, yang sekarang agak-agak outside,” kata Rahmat.
Sedangkan Wakil Ketua DPR RI, Agus Hermanto mengatakan pihaknya sudah melaksanakan tugas sebaik-baiknya. Salah satunya adalah keberhasilan membuat UU yang merpakan tupoksi DPR selain pengawasan dan anggaran. Kepemimpinan DPR RI saat ini kata Agus juga telah mampu menekan jumlah pengeluaran yang tidak terlalu penting, seperti kunjungan ke luar negeri.
“Pak Akom tegaskan sebaiknya perjalanan ke luar negeri untuk pengawasan dan studi banding ditiadakan, sehingga yang ada diplomasi politik, itu pun sangat dibatasi. Hanya satu kali tiap orang dan harus pada bidangnya. Sehingga kita bisa sisihkan anggaran itu 39 triliun,” ujar Agus Hermanto.(EKJ)