SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Sodik Mujahid menyoroti pasal perzinahan dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang kini tengah dibahas oleh DPR bersama pemerintah.
“Perzinahan, memiliki dampak yang cukup luas bagi kehidupan umat manusia, yang selama ini mungkin terabaikan,” ujar Sodik, saat berbicara dalam Forum Legislasi tentang Revisi KUHP, di ruang Media Center, gedung DPR, Jakarta, Selasa (27/3/2018).
Pasal perzinahan, kata dia, menjadi pembahasan yang serius dalam Revisi KUHP ini. “Saya kira inilah semangat dari teman-teman di DPR dalam mbahas RKUHP ini, yakni ingin memperluas pasal perzinahan,” ujarnya menambahkan.
Politisi Partai Gerindra ini juga berharap anggota DPR yang terlibat dalam pembahasan Revisi KUHP memiliki kajian yang lebih jujur tentang dampak perzinahan dalam kehidupan umat manusia. “Ini benar-benar diperlukan sebuah kajian yang objektif, yang jujur. Sehingga perbuatan itu menjadi sesuatu yang tidak bisa ditolerir, karena kita beragama dan berbudaya Pancasila,” ujarnya.
Sementara anggota Komisi III DPR RI, Muhammad Nasir Djamil melihat perubahan tata nilai yang merupakan dasar moral bangsa ini mulai berubah dengan masuknya ke negara ini faham Neolib.
“Dalam kondisi neolib, publik berusaha menghilangkan peran negara terhadap warga negara Indonesia. Warga negara tidak ingin negara terlalu mencampuri urusan pribadi setiap warga negara,” katanya.
Persoalan pribadi warga negara Indonesia, tidak semuanya positif baik untuk lingkungan maupun ketahanan negara. “Persoalan-persoalan tersebut memiliki dampak negatif di tengah masyarakat, juga berdampak terhadap ketahanan negara dan persatuan bangsa,” ujarnya.
Ditambahkan Nasir, rancangan KUHP masih banyak yang harus dikaji sehingga isinya bisa menjadi lebih sempurna. “KUHP adalah karya agung. Makanya sebelum disahkan, harus disisir lagi, jangan sampai masih ada yang kurang,” kata Nasir.
Pakar Hukum Bvitri Susanto pesimistis DPR mampu a merampungkan 730-an pasal KUHP dengan baik, sistematis, profesional dan berkualitas mengingat banyaknya anggota DPR berlatarbelakang politisi dan bukan ahli hukum, apalagi hukum pidana.
“Dengan keputusan 730-an pasal itu apakah dampak hukum dan pelaksanaan teknis berikut infrastrukturnya sudah disiapkan? Misalnya, kalau makin banyak orang yang dipidana dan dipenjarakan, apakah Lapas sudah menampung mereka?” katanya.
Bvitri sepakat adanya perubahan revisi UU KUHP agar dibuat lebih relevan tetapi masalahnya adalah apakah mau sekarang atau ditunda lagi sampai ada substansi yang cukup baik. “Saya kira itu yang lebih ideal dan itu yang harus dikejar untuk saat ini, “ ujarnya.Bams/EK)