SUARAINDONEWS.COM, Nagekeo, NTT-Dalam konflik sosial yang ada, korban kerusakan sosial kerap ditanggung oleh Desa, yakni sebuah komunitas masyarakat terkecil yang mempunyai sistem aparatur pemerintahan. Oleh karenanya, Desa menjadi variabel yang ikut dilibatkan sebagai subyek dalam terciptanya perdamaian, yang berarti berperan secara langsung meningkatkan ketahanan nasional dalam menghadapi dinamika sosial yang berkembang tersebut.
Demikian hal tersebut terungkap saat Workshop Internalisasi Kurikulum Bina Damai bagi Lembaga Pendidikan Formal dan Non Formal di Kabupaten Nagekeo, NTT, yang dilaksanakan Direktorat Penanganan Daerah Pasca Konflik – Ditjen PDTU Kemendesa PDTT, secara swakelola, sebagai bagian kegiatan yang harus terwujudkan dalam jangka waktu pelaksanaan 8 (delapan) bulan di sepanjang tahun 2019, jelas Direktur Penanganan Daerah Pasca Konflik, Hasrul Edyar.
Internalisasi Kurikulum Bina Damai bagi Lembaga Pendidikan Formal dan Non Formal sebagai upaya mewujudkan dan menanamkan nilai-nilai dan sensitivitas damai bagi setiap individu masyarakat dan aparatur pemerintah sebagai kompetensi dasar penunjang pelaksanaan kerja dan pemberian pelayanan serta perumusan kebijakan-kebijakan pembangunan pada masa yang akan datang, lanjut Hasrul.
Dengan kata lain, penanganan Konflik Sosial membutuhkan dilakukannya pendidikan karakter bangsa yang salah satunya dapat diwujudkan melalui pengembangan nilai-nilai perdamaian bagi seluruh masyarakat Indonesia serta para aparatur pemerintah sebagai motor penggerak pembangunan di Indonesia.
“Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, memberi ruang keterlibatan Masyarakat, Pranata Adat dan aparatur resmi pemerintahan Desa untuk terlibat penanganan Konflik Sosial, diperkuat dengan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menuntut perubahan tata cara penanganan yang lebih mendasar dan lebih baik. Sekaligus memberi harapan yang cukup besar dalam perubahan paradigma penanganan konflik yang ada,” tambahnya.
Bahkan Direktur Penanganan Daerah Pasca Konflik lebih menekankan bagaimana kondisi dari kabupaten Nagekeo yang selalu aman, nyaman dan damai, hidup rukun beragama merupakan contoh besar untuk Kabupaten-kabupaten lainnya di Indonesia, Kabupaten Nagekeo yang memiliki potensi alam yang luar biasa dapat mendorong Pemerintah Kabupaten untuk dapat melaksanakan visi misi dari pemimpinnya yakni menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, gemah lipah lohjinawi terlepas dari konflik sosial di masyarakat. Pentingnya pendidikan karakter bangsa yang salah satunya dapat diwujudkan melalui pengembangan nilai-nilai perdamaian bagi seluruh masyarakat Indonesia serta para Aparatur pemerintah sebagai motor penggerak pembangunandi Indonesia, jelas Hasrul lagi.
Jadi, dalam rangka mewujudkan masyarakat Nagekeo yang damai, Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi melalui Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu, Direktorat Penanganan Daerah Pasca Konflik bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Nagekeo Provinsi NTT melalui Kesbangpol Kabupaten Nagekeo, mengadakan Kegiatan internalisasi kurikulum bina damai bagi Lembaga Pendidikan Formal dan Non Formal, jelas Wakil Bupati Nagekeo Marianus Waja, SH, disaat yang sama.
Seperti diketahui, Kabupaten Nagekeo ini dapat menerima perbedaan, baik secara suku, adat dan budaya yang tertanam sejak lahir pada manusia, begitu juga dengan perbedaan keagamaan. Di Kabupaten Nagekeo pun selalu menjaga nilai-nilai kerukunan umat beragama, dimana warga masyarakat selalu hidup rukun berdampingan dan saling menghargai satu sama lainnya.
Hal inilah modal yang paling utama dalam pembangunan dalam masyarakat di Nagekeo, urai Wakil Bupati Marianus Waja, SH, oleh karenanya sangat senang dan antusias serta bersemangat sekali dalam kegiatan workshop internalisasi kurikulum bina damai tersebut. Hal yang utama dalam mewujudkan janji-janji politik beliau bukanlah insfrastruktur akan tetapi keamanan dan kesejahteraan masyarakat nagekeo lah yang utama.
Adapun tahapan utama kegiatan Kurikulum Bina Damai dalam Lembaga pendidikam formal dan non formal, dimulai dari Tahapan Persiapan, tahap diseminasi ide dan penggalian gagasan di lingkungan Direktorat Penanganan Daerah Pasca Konflik dalam bentuk workshop. Pada tahap ini juga sekaligus disepakati pembentukan Tim Penyusun Kurikulum Bina Damai.
Kemudian selanjutnya, Tahap Penyusunan; Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan kegiatan penyusunan kurikulum yang terdiri dari Persiapan (mobilisasi personil); Studi Literatur; Diskusi Terfokus Perumusan Substansi Kurikulum; dan Perumusan Kurikulum Bina Damai. Tahap berikutnya, Pelaksanaan Workshop Bina Damai di wilayah Pasca Konflik; pada tahap ini, kegiatan di fokuskan untuk menerapkan pelatihan kurikulum bina damai di wilayah pasca konflik.
Dengan demikian, internalisasi nilai-nilai dan sensitivitas damai bagi individu masyarakat dan aparatur pemerintah di Indonesia dilakukan melalui Panduan dan Modul Kurikulum Bina Damai agar kapasitas bina damai masyarakat dan aparatur pemerintah meningkat serta Workshop Pendidikan Bina Damai bagi masyarakat desa dan aparatur pemerintah, di wilayah pasca konflik. Selain tentunya, dibutuhkannya Review Substansi Internalisasi Kurikulum Bina Damai; Koordinasi dengan K/L terkait dengan Kurikulum Bina Damai; dan FGD Internalisasi Kurikulum Bina Damai, pungkas Direktur Penanganan Daerah Pasca Konflik, Hasrul Edyar.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut staf-staf yang menggawangi Direktorat Penanganan Daerah Pasca Konflik di Kabupaten Nagekeo seperti Kasubdit Wilayah V Yani Marsidik, dan Kasubdit Wilayah III Teguh Hermawan. Dan di tahun 2019 Direktorat Penanganan Daerah Pasca Konflik telah melaksanakan kegiatan Workshop Bina Damai di 3 wilayah Pasca Konflik; yakni Kabupaten Buru, Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Nagekeo dari 6 Kabupaten di Indonesia, selain kegiatan workshop tersebut Direktorat juga melaksanakan kegiatan Festival Pranata Adat untuk perdamainan di 15 Kabupaten di seluruh Indonesia, dan dalam waktu dekat ini akan di laksanakan di Kabupaten Ende yakni pada tanggal 26 – 28 Mei 2019, papar Teguh Hermawa.
(pung; foto dok