SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direksi PT Jasa Raharja di Gedung DPD RI untuk membahas perubahan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Salah satu topik utama yang dibahas adalah pentingnya perlindungan sosial yang lebih inklusif, khususnya bagi korban kecelakaan lalu lintas dan angkutan jalan.
RDP ini bertujuan untuk melakukan inventarisasi materi guna penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan SJSN, yang dinilai perlu mengintegrasikan perlindungan untuk korban kecelakaan ke dalam sistem jaminan sosial nasional. Dalam pembahasan ini, Filep Wamafma, anggota Komite III DPD RI, menyampaikan pentingnya agar sistem jaminan sosial nasional mencakup seluruh aspek perlindungan bagi korban kecelakaan, baik dari sisi kesehatan maupun santunan atau pertanggungan kecelakaan.
“Dengan adanya pembahasan perubahan UU SJSN, kami menilai perlu adanya integrasi perlindungan bagi korban kecelakaan lalu lintas ke dalam sistem jaminan sosial nasional agar lebih komprehensif dan tidak tumpang tindih,” ujar Filep Wamafma dalam rapat tersebut.
Menurut Filep, Pasal 18 UU SJSN mengatur bahwa sistem jaminan sosial nasional mencakup lima jenis jaminan: jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian, yang semuanya dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Namun, dalam implementasinya, perlindungan terhadap korban kecelakaan lalu lintas selama ini hanya difokuskan pada sisi kesehatan melalui BPJS Kesehatan, sementara aspek santunan atau pertanggungan masih terpisah dan belum menjadi bagian dari sistem jaminan sosial yang lebih besar.
“Perlindungan sosial dari negara harus diberikan pada semua aspek, baik dari sisi kesehatan maupun santunan/pertanggungan kecelakaan lalu lintas dan angkutan jalan,” tegas Filep Wamafma, menekankan konsep negara welfare state yang dianut Indonesia.
Upaya Jasa Raharja dalam Perlindungan Kecelakaan
Dalam kesempatan tersebut, Rivan Achmad Purwantono, Direktur Utama PT Jasa Raharja, menjelaskan bahwa perusahaan ini telah mengelola dana pertanggungan kecelakaan berdasarkan UU No. 33 Tahun 1964 dan UU No. 34 Tahun 1964, yang menjadi langkah awal dalam penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia. Ia juga menegaskan pentingnya memperkuat perlindungan bagi korban kecelakaan lalu lintas sebagai bagian dari jaminan sosial nasional.
Rivan menjelaskan, “Atas dasar kejadian kecelakaan katastrop, Pemerintah memandang perlu untuk memberikan kepastian hukum dalam perlindungan bagi masyarakat korban kecelakaan lalu lintas melalui Jasa Raharja.”
Perlunya Koordinasi antara Jasa Raharja dan BPJS
Jelita Donal, Wakil Ketua Komite III DPD RI, juga menyoroti pentingnya penanganan yang cepat bagi masyarakat yang mengalami kecelakaan. Ia mengatakan, “Setiap warga negara yang mengalami kecelakaan, negara harus hadir secepatnya. Jangan sampai terjadi antara BPJS dan Jasa Raharja tidak terkoordinasi dan akhirnya merugikan masyarakat.”
Sewitri, Senator dari Riau, dan Ida Bagus Rai Dharmawijaya, Senator dari Bali, sepakat agar perlindungan terhadap korban kecelakaan dilakukan secara terkoordinasi dan melalui satu pintu antara Jasa Raharja dan BPJS. “Jika bisa satu pintu, itu bakal lebih efektif, sehingga tidak menyulitkan masyarakat yang menjadi korban kecelakaan dan membutuhkan pengobatan,” ungkap Ida Bagus Rai Dharmawijaya.
Langkah Selanjutnya
Rapat ini merupakan bagian dari upaya Komite III DPD RI untuk memastikan bahwa perubahan UU SJSN akan memberikan jaminan sosial yang lebih luas dan terintegrasi, khususnya untuk korban kecelakaan lalu lintas dan angkutan jalan. Komite III DPD RI berkomitmen untuk terus mengawal proses pembahasan RUU ini agar kebijakan jaminan sosial nasional semakin berpihak kepada kepentingan rakyat.
Dengan adanya integrasi perlindungan sosial yang lebih luas, diharapkan korban kecelakaan lalu lintas akan mendapatkan bantuan yang lebih cepat dan tepat, tanpa adanya tumpang tindih antara lembaga penyelenggara jaminan sosial.
(Anton)