SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Kenaikan konsumsi Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) terbukti berkontribusi terhadap meningkatnya prevalensi obesitas, diabetes, dan penyakit kardiovaskular di Indonesia. Hal ini mendapat sorotan dari Komite III DPD RI.
“Rapat kerja ini juga menjadi momentum strategis untuk menyatukan pandangan antara DPD RI dan BPOM dalam memastikan keamanan, mutu, dan peredaran MBDK di Indonesia, termasuk pengawasan terhadap label kandungan gula, iklan, promosi, dan distribusi produk,” ucap Ketua Komite III Filep Wamafma didampingi Wakil Ketua Erni Daryanti saat membuka rapat kerja dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam rangka Inventarisasi Materi Pengawasan atas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, terkait MBDK, di Gedung DPD RI, Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (23/9/25).
Kepala BPOM RI Taruna Ikrar menjelaskan melalui PP Nomor 28 Tahun 2024 ditetapkan strategi pengendalian konsumsi Gula, Garam, dan Lemak (GGL). Ia menambahkan kebijakan pelabelan gizi pada pangan olahan harus berjalan simultan dengan kebijakan pangan siap saji di industri produk makanan, sehingga dapat memberikan dampak signifikan terhadap upaya pengendalian penyakit tidak menular.
“Selain edukasi kesehatan masif kepada masyarakat berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, industri pangan perlu didorong untuk menyediakan produk olahan pangan yang sehat dengan kadar GGL yang rendah,” jelas Taruna.
Menanggapi, Senator asal Kalimantan Timur Aji Mirni Mawarni menyoroti minimnya sosialisasi yang dilakukan oleh BPOM di daerah-daerah karena terbatasnya sumber daya manusia dalam sertifikasi BPOM kepada UMKM.
“Sosialisasi sertifikasi BPOM bisa menggandeng banyak pihak kepada penggiat atau UMKM di daerah agar mendorong konsumsi dan produk makanan yang sehat,” ucap Aji Mirni.
Senada, Anggota DPD RI dari Bengkulu Destita Khairilisani menyoroti bagaimana BPOM melakukan pengawasan terhadap produk minuman dan makanan yang viral di berbagai daerah dan sangat mudah dikonsumsi oleh berbagai kalangan karena harganya murah.
“Saat ini banyak minuman dan makanan manis yang viral dan dijual di kedai-kedai, sasarannya adalah anak-anak kita. Bagaimana pengawasan dari BPOM?” cetus Destita.
Melalui rapat kerja ini, Komite III juga ingin mengetahui sejauh mana rencana pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan BPOM memperketat regulasi pelabelan gizi, peringatan kesehatan, serta wacana pengenaan cukai MBDK sebagai instrumen pengendalian konsumsi.
“Penerapan cukai terhadap MBDK merupakan langkah konkret pemerintah atau negara untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat, khususnya anak-anak yang nantinya akan menjadi generasi emas Indonesia,” tukas Filep.
(Anton)