SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konflik adalah percekcokan, perselisihan, dan pertentangan. Banyak orang mencoba menghindari konflik, tidak terkecuali di dalam tim kerja instansi. Namun, tiap permasalahan di dunia ini pasti ada solusinya, dengan kata lain di balik kesukaran pasti ada kemudahan. Sebuah tim kerja yang telah dianggap solid adalah karena mereka mampu melewati berbagai hambatan, termasuk konflik di dalamnya. Apabila dalam proses awal pekerjaan, seperti misalnya dalam hal pembagian pekerjaan sudah terlihat adanya konflik antar sesama anggota, ketua tim yang baik akan dapat langsung memberikan solusinya dengan mendiskusikan bersama anggota tim yang terlibat konflik.
Penanganan di awal konflik, seperti pada saat pembagian pekerjaan, ini sangat diperlukan oleh pimpinan atau ketua tim untuk mecegah agar konflik tidak menjadi berkepanjangan dan berpengaruh terhadap kondisi dan suasana anggota tim yang lainnya. Saat menangani proses awal konflik seperti ini, hendaknya pimpinan atau ketua tim dapat menanyakan beberapa pertanyanyaan sederhana kepada para anggota tim yang terlibat secara adil dan proporsional. Hindari memulai pertanyaan dengan nada yang keras. Ketika melihat penyebab konflik disebabkan oleh beban pembagian kerja yang tidak seimbang, ketua tim dapat menganalisis jejak rekam pembagian pekerjaan para anggota tim pada periode atau masa lalu. Apakah benar anggota A beban kerjanya lebih berat dari anggota B? Apa yang menjadi penyebab dari hal tersebut? Analisis sederhana dan masuk akal dari ketua tim tentunya akan menjadi solusi penting yang akan diterima oleh para anggota yang terlibat konflik. Misalnya dengan mengusulkan perubahan beban kerja antar anggota tim di hari kerja yang berbeda atau kemungkinan kebijaksanaan lain dari ketua tim untuk memberikan makan malam gratis bagi anggota yang mendapat beban kerja lembur sampai malam.
Penanganan konflik di tengah proses pekerjaan akan menjadi sesuatu yang sangat menantang bagi ketua dan anggota tim. Hal ini dikarenakan proses pekerjaan telah berjalan hampir 50% atau setengah dari proses yang direncanakan di awal. Disinilah pentingnya seorang pimpinan menguasai teori komunikasi public relation. Kok bisa? Apa hubungannya? Mungkin di hati kita bertanya-tanya dan mencoba mencari benang merah antara konflik dan komunikasi, serta public relation. Ternyata memang ada cabang dari teori komunikasi public relation yang dinamakan sebagai teori tindakan bicara. Teori ini dihubungkan dengan teori Jhon Searle tentang bagaimana manusia bisa memahami melalui susunan kata-kata. Seperti contoh kasus, ketika ada yang berbicara “Saya akan menemui Anda”, maka akan ada beberapa premis di antaranya:
Pertama : (tindakan terungkap) Orang tersebut telah menyampaikan pernyataan dengan susunan kata-kata menjadi kalimat sederhana. Kedua : (tindakan usulan) Orang tersebut telah menegaskan sesuatu yang diyakini kebenarannya agar orang lain mempercayainya. Ketiga : (tindakan berbuat) Orang tersebut telah menyanggupi sesuatu. Tindakan bicara ini terkadang juga memiliki sifat persuasif atau ajakan dan mempengaruhi. Sehingga, seorang receiver akan memahami perkataan dan melakukan tindakan sesuai perkataan. Dalam teori ini, suatu pengetahuan yang konkret tidak menjadi sumber utama. Searle pun menguraikan lima jenis tindakan bicara, di antaranya menyatakan dan menegaskan, pernyataan yang mengikat informan untuk mendorong suatu kebenaran dari suatu permasalahan; Perintah dan Permintaan, arahan agar receiver melakukan sesuai perkataan dari informan; Berjanji dan Bersumpah, keterikatan yang terjadi oleh informan pada tindakan selanjutnya; Pemintaan dan Pengucapan, menyampaikan beberapa aspek psikologi dari kondisi topik pembicaraan. Searle sendiri mengatakan bahwa ada maksud di balik sebuah perkataan yang sederhana. Tindakan berbicara ini tidak akan berhasil jika tindakan tidak dipahami dengan benar. Pimpinan yang menguasai teori ini pasti akan dengan mudah meyelesaikan konflik yang dihadapinya.
Sebagai contoh sebuah tim diminta membuatan surat pimpinan instansi untuk dissampaikan kepada instansi lainnya. Di dalam tim tersebut ada 2 orang anggota dan 1 ketua tim. Anggota A telah melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya, yaitu mengerjakan konsep surat yang kemudian setelah dilakukan pengecekan oleh ketua tim, surat tersebut dapat masuk ke meja pimpinan untuk mendapatkan tanda tangan. Setelah mendapatkan tanda tangan pimpinan, sesuai alur pekerjaan anggota B akan mengantarkan surat yang ditandatangani tersebut ke kantor pimpinan instansi yang dituju dan meminta tanda terima bahwa surat sudah diterima. Namun, dalam prosesnya anggota B tidak terlihat di kantor, dan anggota A sudah menelpon berkali-kali tanpa ada respon dari anggota B. Anggota A terpaksa melaporkan hal ini kepada ketua tim bahwa terjadi hambatan dalam proses pekerjaan. Ketua tim yang teliti harus melakukan cek ulang terhadap apa yang disampaikan oleh anggota A karena ini tentunya akan berujung terciptanya konflik antaranggota apabila tidak dilakukan pengecekan terlebih dahulu. Setelah melakukan pengecakan dan mengetahui informasi yang disampaikan A ternyata benar, ketua tim yang baik dan menguasai teori komunikasi tentunya harus segera memutuskan penyelesaian pekerjaan yang kemungkinan sisanya akan dikerjakan oleh anggota A atau ketua tim itu sendiri, baru setelah itu menyelesaikan permasalahan yang ditimbulkan oleh anggota B.
Intinya, ketenangan pikiran dalam penyampaian dan penerimaan solusi atau keputusan dari pimpinan atau ketua tim menjadi hal penting dalam menyelesaikan setiap konflik pekerjaan.
Penulis adalah: Pongki Nangolngolan. H (Pranata Humas Ahli Muda Kementerian Perdagangan RI)