SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Lima belas judul karya sineas Indonesia akan ikut berkompetisi dan tayang di program fokus sinema Indonesia Renaissance of Indonesia Cinema pada Busan Internasional Film Festival (BIFF) ke-28 di Korea Selatan sejak 4 hingga 13 Oktober 2023.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI akan memfasilitasi delegasi pelaku perfilman Indonesia yang akan ikut serta dalam BIFF tersebut. Fasilitasi ini dilakukan dalam upaya memperkuat ekosistem perfilman Indonesia.
BIFF merupakan festival film Internasional pertama di Korea yang rutin digelar setiap tahun sejak 1996. BIFF juga merupakan salah satu festival film paling signifikan di Asia.
“Saya dan sejumlah insan perfilman menghadiri langsung pertemuan dengan pihak BIFF di Cannes Film Festival bulan Mei 2023 lalu. Program khusus untuk Indonesia pada BIFF 2023, merupakan salah satu hasilnya. Saya ucapkan selamat dan sukses bagi delegasi Indonesia di BIFF 2023,” kata Medikbudristek, Nadiem Makarim, terkait acara BIFF tahun ini seperti keterangan persnya, di Jakarta, Rabu, (4/10/2023).
Menurutnya, yang memberikan sorotan khusus bagi Indonesia terkait BIFF, tidak lepas dari gotong royong insan perfilman dan pemerintah.
Ada dua film Indonesia yang masuk dalam program kompetisi yaitu film panjang karya Yosef Anggi Noen berjudul “24 Jam bersama Gaspar”, yang berkompetisi di Program Jiseok dan film pendek berjudul “The Rootless Bloom”(Rein Maychalsson) yang berkompetisi di Wide Angle.
Ahmad Mahendra, Direktur Perfilman, Musik, dan Media, Kemendikbudristek, menjelaskan, bahwa selain memberikan fasilitasi bagi delegasi Indonesia di BIFF 2023, pihaknya juga akan berpartisipasi pada rangkaian Asian Contents & Film Market (ACFM). ACFM yang akan diselenggarakan di Exhibition Center 1, BEXCO, Busan pada 7 hingga 10 Oktober 2023 yang akan menghadirkan booth Indonesia.
Mahendra berharap, dukungan fasilitasi ini, film Indonesia semakin banyak ditonton oleh khalayak global. “Dampak ini kemudian memberikan banyak dampak turunan seperti promosi film dan membuka kesempatan berjejaring dan koproduksi dengan berbagai negara. Memperkenalkan sutradara-sutradara muda Indonesia pada sirkuit dan pergaulan film global. Dalam misi kebudayaan tentu saja film-film Indonesia menjadi “juru bicara” bagi Indonesia di Panggung dunia, selain mempromosikan banyak hal tentang keragaman budaya dan lokasi di Indonesia,” ungkapnya.
ACFM adalah pasar dimana beragam konten media mulai dari film hingga audiovisual, publikasi, webtoon, dan novel web ditawarkan. Sebagai platform jaringan dan bisnis bagi para profesional industri selruh dunia, ACFM menyediakan berbagai program, termasuk pasar investasi dan produksi bersama, konferensi dan acara industri, program pendanaan produksi film.
Dalam ACFM tahun ini, terdapat dua proyek film dari Indonesia yang akan ditawarkan di Asian Project Market, yaitu “Tarkam” (Teddy Soeriaatmadja, Eric Primasetio) dan “Watch it Burn” (Makbul Mubarak, Yulia Evina Bhara). Dalam program Platform Busan, ada 13 sutradara muda yang akan mengikuti serangkaian acara. (Ahmad Djunaedi).