SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Polemik kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada Januari 2025 terus memicu kontroversi. Anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra, Novita Wijayanti, menegaskan bahwa kebijakan ini tidak tiba-tiba muncul, melainkan bagian dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada 2021.
Menurut Novita, UU HPP merupakan hasil dari kerja kolektif antara pemerintah, yang saat itu dikuasai oleh PDI Perjuangan, dan legislatif. Salah satu poin utamanya adalah rencana kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 12 persen.
“Perlu diingat, usulan ini merupakan kebijakan yang disepakati melalui UU HPP pada 2021. Bahkan, saat itu diinisiasi oleh PDI Perjuangan sendiri,” tegas Novita dalam pernyataannya di Jakarta, Minggu (22/12/2024).
Kritik Sikap PDI Perjuangan
Novita menyayangkan sikap PDI Perjuangan yang kini menolak kenaikan PPN, seolah-olah tidak mendukung kebijakan tersebut. Ia menganggap tindakan itu sebagai bentuk pencitraan politik yang tidak elegan.
“Sekarang, mereka berusaha melemparkan kesalahan kepada Presiden Prabowo Subianto yang baru menjabat selama dua bulan. Ini bukan sikap gentlemen,” ujar Novita dengan nada tegas.
Ia juga mengkritik beberapa pihak yang bersikap seperti playing victim atau berpura-pura menjadi korban untuk mendapatkan simpati publik.
Ajakan Fokus pada Solusi
Lebih lanjut, Novita mengajak semua pihak untuk berhenti saling menyalahkan dan fokus mencari solusi guna meringankan beban rakyat. Kebijakan ini, menurutnya, harus dilaksanakan dengan bijak agar tetap mendukung pembangunan ekonomi jangka panjang.
“Kita perlu jujur dalam diskusi politik ini. Yang lebih penting sekarang adalah menyelesaikan tantangan ekonomi dan memastikan kebijakan ini tidak merugikan masyarakat,” jelas Novita.
Latar Belakang Kenaikan PPN
Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Wihadi Wiyanto, sebelumnya menjelaskan bahwa kenaikan PPN menjadi 12 persen diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). UU tersebut diinisiasi oleh Fraksi PDI Perjuangan DPR dan disahkan pada masa pemerintahan sebelumnya.
Saat itu, Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU HPP adalah Dolfie Othniel Frederic Palit dari Fraksi PDI Perjuangan.
Respons Publik
Kenaikan PPN ini memicu pro dan kontra di masyarakat. Banyak yang merasa keberatan, terutama dengan kondisi ekonomi yang masih berjuang pulih pasca pandemi. Namun, ada juga yang menilai kebijakan ini diperlukan untuk mendukung pembiayaan negara di tengah tantangan global.
Kesimpulan
Novita menegaskan pentingnya sikap jujur dan terbuka dalam diskusi politik terkait kebijakan ini. Ia berharap semua pihak, termasuk PDI Perjuangan, bisa bersikap konsisten dan tidak melempar tanggung jawab.
“Fokus kita sekarang adalah bagaimana menjalankan kebijakan ini dengan bijaksana demi kepentingan rakyat,” pungkas Novita.
Kebijakan PPN 12 persen ini akan mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2025. Pemerintah dan DPR diharapkan dapat bekerja sama untuk memastikan pelaksanaannya tidak memberikan dampak buruk pada masyarakat kecil.
(ANTON)