SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Putusan Kasasi Mahkamah Agung No.60/K/TUN/2019 tertanggal 11 Februari 2019 ini, telah mengandung kekeliruan yang sangat mendasar sehingga mengabaikan fakta hukum yang sebenarnya terjadi. Bahkan ini akan menjadi preseden buruk hadirnya intervensi Menteri dalam sebuah Otonomi Pendidikan Tinggi Swasta, tegas Gugum Ridho Putra, SH,MH, selaku kuasa hukum Prof.Dr.Yuswar Zainul Basri Ak.MBA, dari Firma Hukum Ihza & Ihza Law Firm, saat ditemui di sebuah tempat di Jakarta Pusat (14/8).
Seperti diketahui, pada tanggal 11 Februari 2019, Mahkamah Agung telah menerbitkan Putusan Kasasi No.60/K/TUN/2019 yang amar putusannya mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti). Dan terbitnya putusan kasasi ini telah menganulir putusan pada dua tingkat pengadilan sebelumnya (PTUN dan PT.TUN) sehingga kembali menghidupkan keberlakukan dari keputusan dari pemberhentian itu.
“Akan tetapi, pertimbangan putusan kasasi tersebut juga mengandung hal hal yang secara hukum tidak tepat. Majelis Kasasi telah mempertimbangkan fakta hukum (bukti dan keterangan saksi) yang sebetulnya melebihi wewenang dari Majelis Hakim Tingkat Kasasi yang sepatutnya hanya sekedar mempertimbangkan aspek penerapan hukumnya saja,” lanjut Gugum Ridho Putra SH,MH.
Selain itu, tambahhya substansi fakta hukum yang dipertimbangkan Majelis Tingkat Kasasi juga tidak tepat. Ruang lingkup kesepakatan yang dijadikan pertimbangan oleh Majelis Tingkat Kasasi tidaklah seperti fakta yang tertuang dalam bukti surat yang telah diajukan. Pertimbangan yang tidak tepat itu pada akhirnya telah menggiring Majelis Tingkat Kasasi keliru dalam memutuskan persoalan ini.
Padahal pada dua tingkatan pengadilan sebelumnya, baik PTUN maupun PT.TUN telah menegaskan bahwa Keputusan Menristekdikti yang memberhentikan Prof.Dr.Yuswar Zainul Basri Ak.MBA (Wakil Rektor I Usakti) adalah batal/tidak sah. Hal tersebut lantaran terdapat kecacatan dari segi prosedur dan serta melanggar asas kecermatan. Kecacatan itu terbukti dari fakta tidak dilibatkannya Senat Universitas dalam menerbitkan keputusan tersebut.
Dan sebagai Universitas yang berstatus swasta, Statuta Universitas Trisakti adalah Hukum Internal yang mengatur kehidupan kampus dan keberlakuannya dilindungi dibawah Otonomi Pendidikan Tinggi. Keterlibatan Senat dalam pengambilan keputusan keputusan penting termasuk pemberhentian Wakil Rektor diwajibkan oleh Statuta Universitas. Hal ini sudah lazim diketahui, bahkan untuk mengirimkan wakil pemerintah menjadi Pjs.Rektor Usakti saja, Menristekdikti juga mengikutkan keterlibatan Senat Universitas.
Dengan kata lain, jika Putusan Kasasi No.60/K/TUN/2019 tetap nantinya dinyatakan inkracht. Maka patut diduga keras preseden buruk hadirnya intervensi Menteri dalam independensi PT Swasta menjadi tak terbatas. Menteri dapat saja nantinya bisa memecat siapa saja atas dasar ‘like or dislike’ atau Menteri dapat saja mengambil alih sesukanya untuk putusan putusan strategis di Universitas tersebut.
Padahal Menteri tidak berwenang melakukan hal seperti itu di Universitas Swasta karena Universitas Swasta memiliki Statuta Universitas yang mengaturnya sendiri. Sebuah sistem statuta yang menjadi konstitusi di Universitas tersebut, yang juga dilindungi oleh UU Pendidikan. Apalagi Rektor Definitif-nya tidak ada, yang ada hanya Pjs.Rektor yang memiliki keterbatasan kewenangannya. Sehingga Putusan Kasasi Mahkamah Agung No.60/K/TUN/2019 tertanggal 11 Februari 2019 (yang baru diterima 23 Juli 2019) terasa sangat kontradiktif, sangat inkonsistensi. Bahkan dikhawatirkan bakal jadi konsideran hukum yang keliru, jelas Gugum Ridho Putra menutup perbincangannya.
(pung; foto dok