SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Rendang, semur, soto, nasi uduk—semua punya satu kesamaan yang diam-diam bikin lidah menari: daun salam. Tapi siapa sangka, si daun hijau yang kelihatan biasa aja ini sedang jadi rebutan negara-negara maju, mulai dari Jepang sampai Belanda.
Sayangnya, seperti kisah tragis seleb lokal yang lebih dihargai di luar negeri, daun salam malah ditelantarkan di tanah air sendiri.
Nilai Ekspor Anjlok Parah! Dari Bintang ke Titik Terendah
Coba bayangin: di tahun 2021, ekspor daun salam Indonesia sempat meledak sampai US\$301.506. Tapi di tahun 2024? Cuma tinggal US\$123.778. Turun lebih dari 50%.
Volume ekspornya juga nyungsep: dari hampir 70 ton jadi cuma 23 ton. Gawat? Banget.
“Syzygium polyanthum itu bukan cuma daun wangi. Ia punya kandungan flavonoid, eugenol, dan minyak atsiri yang jadi incaran dunia kesehatan.”
Di Mata Dunia: Daun Herbal Premium, Bukan Sekadar Penyedap
Sementara di dapur kita, daun salam cuma “numpang lewat” di panci, di luar negeri dia justru dipuja-puji. Kenapa?
Negara-negara seperti:
- Jepang & Korea Selatan: pakai ekstraknya buat teh herbal, suplemen anti-diabetes, sampai skincare detoks.
- Australia & Belanda: masuk ke kaldu herbal, bumbu instan organik, bahkan produk ritel premium.
Daun yang di sini jadi penghuni tetap dapur emak, di sana justru jadi superfood eksotis berlabel mahal.
Masalah Klasik: Kurang Higienis, Minim Sertifikasi
Kalau kamu pikir masalahnya soal permintaan yang turun, salah besar. Permintaan masih tinggi. Tapi…
Produk Indonesia gagal memenuhi standar. Kenapa?
- Banyak daun dikirim masih basah dan kotor
- Belum dikeringkan sesuai standar kadar air
- Belum ada uji pestisida dan logam berat
- Pelaku UMKM belum siap main di level internasional
Hasilnya? Banyak buyer dari Jepang & Eropa kabur ke India dan Sri Lanka.
“Negara maju sekarang ketat banget. Jepang misalnya, wajib sertifikasi bebas pestisida. Kita? Banyak yang belum sanggup.”
Plot Twist: Jepang & Korea Justru Naik Daun
Di tengah drama penurunan ekspor, ada twist yang bikin semangat:
Jepang justru lagi cinta mati sama daun salam kita. Nilai ekspor ke Negeri Sakura naik tajam jadi US\$66.726—tertinggi dalam 6 tahun terakhir.
Korea Selatan juga makin sayang: dari cuma US\$6.604, naik jadi US\$16.608.
Artinya? Masih ada harapan, asal kita bisa jaga kualitas.
Pasar Herbal Dunia Meledak, Indonesia Harus Bangun dari Tidur!
Menurut Allied Market Research, pasar herbal global bakal tumbuh rata-rata 7% per tahun hingga 2030. Dunia makin haus sama yang alami, sehat, dan tradisional.
Indonesia? Harusnya jadi raja rempah dunia. Tapi faktanya?
Masih tidur di tumpukan rempah tanpa standar
Belum ada sistem hilirisasi jelas
Petani masih jalan sendiri
UMKM butuh dukungan lebih
“Indonesia jangan cuma jadi pemasok bahan mentah. Kita harus jadi bintang utama di pasar rempah olahan dunia!”
Daun Salam, Si “Superstar” yang Nyaris Terlupakan
Sama seperti kisah selebritas underrated, daun salam dihargai di luar, disepelekan di dalam. Tapi potensi ekonominya luar biasa—asal Indonesia mau serius memolesnya.
Kalau tidak, siap-siap panggung dunia diambil India dan Sri Lanka, sementara kita cuma jadi penonton dari dapur sendiri.
(Anton)