SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Diwakili Lugiardo Eka Putra (Digital Marketing Manager), Fransiscus Martinus (Operation Manager) dan Thania Gracela Berlin (Digital Marketing Staff), Meetdoctor digital platform yang menyediakan konsultasi kesehatan online, melakukan permohonan maaf dan klarifikasi pelecehan profesi apoteker kepada Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) (15/1).
Mereka secara khusus datang ke Sekretariat PP IAI di bilangan Tomang untuk menyampaikan permohnan maaf secara tertulis yang ditandatangani Presiden Direktur MeetDoctor, Naoto Shimazu, Digital marketing Manager serta Operation Manager. Dan surat bertanggal 15 Januari 2018 dengan nomor 303/SK/GA/I/2018 itu diterima langsung oleh Ketua Umum PP IAI, Nurul Falah Eddie Pariang, didampingi Sekretaris Jenderal Noffendri Roestam, Bendahara Ellen Wijaya serta perwakilan Dityanfar (Direktorat Pelayanan Kefarmasian) Kemenkes, Heru Sunaryo.
Seperti diketahui, kasus ‘pelecehan’ profesi apoteker tersebut dilakukan oleh seorang dokter berinisial “dr AT” melalui platform Meetdoctor tersebut. Berawal dari jawaban atas sebuah pertanyaan yang dijawab oleh “dr AT” yang antara lain menyebut;
….. “Untuk Penggunaan Obat, Janganlah Menanyakan ke Apoteker, karena Memang Bukan Kompetensinya dan Mereka Tidak Memiliki Pengetahuan mengenai Fungsional Tubuh dan Penyakit” …..
Pernyataan tersebut dinilai telah menodai profesi Apoteker di seluruh Indonesia dan menimbulkan polemik yang berkepanjangan. Bahkan, ketika dikonfirmasi melalui akun FB nya, “dr AT” berkilah bahwa dirinya sudah tidak lagi bekerja di perusahaan tersebut sejak tahun 2015 dan tidak bertanggungjawab atas pernyataan itu.
Atas statement “dr AT” tersebut, MeetDoctor menolak sanggahan “dr AT” ini, lantaran dalam suratnya MeetDoctor secara tegas tidak pernah menyalahgunakan akun pribadi dokter yang dibuat oleh MeetDoctor untuk kepentingan perusahaan. Dan MettDoctor menegaskan pula tidak pernah menggunakan operator untuk menjawab pertanyaan di website dengan mengatasnamakan seorang dokter.
‘’Dokter yang bersangkutan benar adanya pernah menjadi internal doctor di perusahaan kami sejak bulan Agustus 2014 – Juli 2015 dan bertugas menjawab pertanyaan di website dan review artikel kesehatan,’’ ungkap Lugi yang menyatakan sudah berkomunikasi dengan “dr AT” dan yang bersangkutan “berniat” untuk bertemu dengan PP IAI menyampaikan permohonan maafnya.
Menyikapi hal ini, Ketua Umum PP IAI, Nurul Falah Eddie Pariang menyatakan menerima permohonan maaf dari MeetDoctor. Karena paling baik adalah kita memaafkan. Dia pasti sudah menyadari kesalahannya, tinggal kita tunggu permintaan maaf dari dokternya. Sudah ada itikad baik, tambahnya di Sekretariat PP IAI, Jl Wijayakusuma 17, Tomang, Jakarta.
Peristiwa ini menjadi pelajaran bahwa para profesi kesehatan justru seharusnya berkolaborasi dan bukan saling menyalahkan. Ini merupakan tindakan tidak produktif. Tetapi kalau kita berkolaborasi maka yang diuntungkan adalah masyarakat Indonesia, himbaunya.
“Sekarang adalah jaman “Patient Centered Care” dimana pasien dirawat oleh berbagai profesi kesehatan dengan latar belakang kompetensi yang berbeda. Jadi dokter menegakkan diagnosis, apoteker melakukan praktek kefarmasian, melayani resep yang sudah ditulis dokter, kemudian melakukan pelayanan informasi obat, meliputi cara pakainya, bagaimana kemungkinan efek samping jika timbul, kemungkinan interaksi obatnya dengan obat lain yang diminum. Perawat melakukan asuhan keperawatan. Pasien yang dirawat oleh tenaga kesehatan dengan latar belakang kompetensi yang berbeda-beda ini diharapkan akan cepat mengalami recovery,’’ tutur Nurul Falah.
Sedangkan kepada para Apoteker, Nurul Falah berpesan agar terus menerus introspeksi dan mawas diri, serta tetap melakukan praktek kefarmasian yang profesional dan bertanggungjawab. Jajaran Apoteker diharapkan menambah kompetensi baik pengetahuan maupun ketrampilan melalui ‘continuing professional development’ atau pembelajaran berkelanjutan yang sudah dirancang KFN yang kemudian pelaksanaannya dilakukan oleh IAI.
‘’Saya harapkan Apoteker bisa memaafkan, insyaallah pak dokter sudah menyatakan niatnya untuk minta maaf, sehingga kita maafkan, kemudian kia bekerja seperti baisa dengan lebih lagi meningkatkan kolaborasi dan introspeksi untuk meningkatkan diri,’’ ujarnya.
Dan terkait Apoteker tidak memiliki kompetensi mengenai obat, justru kompetensi Apoteker adalah di bidang kefarmasian atau obat, tegas Nurul Falah.
Jadi jika dilihat dari definisi praktek Kefarmasian, adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pemesanan, penyimpanan, pendistribusian, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, pengembangan obat , bahan obat harus dilakukan oleh tenaga kefarmasian. Dalam hal tidak ada tenaga kefarmasian, profesi kesehatan lainnya dapat menjalankan praktek kefarmasian secara terbatas, a.l dokter, drg, perawat dan bidan yang melakukan tugasnya dalam keadaan darurat yang mengancam keselataman jiwa dan diperlukan tindakan medis segera untuk menyelamatkan pasien.
Nah kalau melihat dari definisi ini, maka kalau kita cocokan dengan Standar Kompetensi Apoteker Indonesia, maka yang namanya apoteker itu belajar mulai dari bagaimana senyawa aktif farmasi yang terdapat di dalam obat, mulai dari sifat fisikokimia, bagaimana obat itu nanti akan dibuat, didesain, apa bentuk salep, krim, tablet, kapsul maupun salut enterik dimana tujuannya penyerapan obat pecah di usus bukan di lambung.
Apoteker juga tahu mulai dari mengenali senyawanya, sampai dengan cara dibuat. Tidak disitu saja, setelah obat itu dibuat, apoteker juga memahami bagaimana obat itu setelah masuk ke tubuh. Apoteker belajar farmakodinamika dan farmakokinetika sehingga tahu bagaimana obat itu menuju ke reseptornya di dalam tubuh, apoteker pun tahu berapa dosis yang tepat untuk pasien, sehingga berbeda berbasis pada berat badan, sehingga apoteker bisa menghitungkan dosisnya. Kalau dosisnya kurang obat menjadi tidak efektif, kalau dosis berlebihan obat menjadi berbahaya, urainya.
Dan perlu diketahui, Standar Kompetensi Apoteker, memiliki 10 Kompetensi, yakni Praktek kefarmasian secara profesional dan etik; Optimalisasi penggunaan sediaan farmasi; Dispensing sediaan farmasi dan alkes (alat kesehatan); Pemberian informasi sediaan farmasi dan alkes; Formulasi dan produksi sediaan farmasi.
Disamping Apoteker belajar upaya preventif dan promotif kesehatan masyarakat; Pengelolaan sediaan farmasi dan alkes; Apoteker juga harus mampu berkomunikasi secara efektif sehingga mampu mentransformasikan informasi dari bahasa ilmiah ke populer sehingga mudah dimengerti masyarakat; Apoteker juga harus memiliki ketrampilan berorganisasi dan berhubungan secara interpersonal. Karena di era ini, adalah era kolaborasi, sehingga hubungan interpersonal dengan pasien maupun profesi kesehatan lain sangat diperlukan secara profesional.
Selanjutnya, kompentesi terakhir yakni mampu terus meningkatkan kompetensi diri sehingga saatnya nanti pengetahuan apoteker akan berkembang ke arah dua hal yakni arah spesialis dan arah advance generalis pharmacist.
Jadi terhadap organ tubuh, betul Apoteker memang tidak terlalu mendalam meski belajar sedikit mengenai farmakologi dan fisiologi tubuh. Tapi lebih dalamnya Apoteker pada farmakodinamika dan kinetika, sehingga terkait dengan obat, perjalanan obat hubungan dengan absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat itu. Apoteker belajar cukup mendalam, tegasnya.
“Oleh karena itu, Apoteker profesional dan praktek bertanggungjawab, maka insyaallah profesi kesehatan lain juga akan lebih menghargai profesi Apoteker, begitu juga pasien akan mendapatkan manfaat dari praktek kefarmasian Apoteker. Kalau ini terjadi tentu menjadi ideal untuk bangsa ini,’’ tutupnya.
(tjo; foto ist