SAUARAINDONWES.COM, Jakarta-Pemerintah dinilai masih memandang remeh potensi pasar daun tembakau. Bahkan dalam RUU Pertembakauan, daun tembakau hanya dipandang sebatas masalah rokok semata. Hal itu terlihat dari terpuruknya tembakau Indonesia dan kalah oleh ekspor tembakau yang mencapai 75 persen untuk keperluan dalam negeri memproduksi rokok putih. Tembakau Indonesia yang dulu berjaya dengan rokok kretek, kini lambat laun mau mati.
“Nantinya, lahan tembakau di Indonesia hanya sebagai cerita saja, bahwa di Indonesia dulu ada lahan tembakau,” kata Anggota DPR RI juga Panja RUU Pertembakauan Taufiqulhadi di gedung DPR Jakarta, Selasa (26/7/2016). Turut hadir pembicara lainnya Wisnu Broto (Asosiasi Petani Tembakau Indonesia) dan pengamat ekonomi, Ichsanuddin Noorsy.
Legislator dari Fraksi Nasdem itu menambahkan agar petani tembakau dan hasil tembakau Indonesia bisa bertahan di negeri sendiri, maka perlu upaya pengurangai ekspor tembakau dari luar negeri dengan meningkatkan kualitas tembakau dari Indonesia. “Pengaturan itu harus ada UU-nya, sehingga jelas dalam tata laksananya,” ujar Taufiqul.
Wisnu Broto menambahkan sebenarnya sekarang ini petani tembakau sudah mau tenggelam karena kalah oleh tembakau ekspor. “Kami sudah putus asa menghadapi persoalan karena sejak ada Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan Presiden BJ Habibie yang mengharuskan kandungan rokok yaitu nikotin dan tak ada pembatasan, sehingga mematikan petani tembakau yang tidak mungkin mengurangi nicotin dan tar yang diperuntukkan rokok putih,” ujarnya.
“Kami dari awal sudah teriak, sungguhpun saat itu pasaran rokok putih masih menguasai 7 persen. Pemerintah membujuk kami tenang saja, persentase itu tidak akan naik. Tapi setelah bertahun-tahun, kini sudah mencapai pasaran 57 persen sehingga benar-benar memukul petani tembakau, “ katanya.
Sedangkan Ichsanuddin Noorsy menegaskan pemerintah dinilai masih memandang remeh potensi pasar daun tembakau. Bahkan dalam RUU Pertembakauan, daun tembakau hanya dipandang sebatas masalah rokok semata. “Daun tembakau yang dihasilkan oleh petani hanya diidentikan sebagai bahan baku utama industri rokok,” katanya.
Selain bahan baku utama rokok, kata Ichsanuddin, daun tembakau bisa dijadikan salah satu komponen pembuatan uang kertas. “Daun tembakau itu bisa untuk membikin uang kertas. Tetapi Indonesia mengabaikan hal itu,” tambahnya
Hingga saat ini, lanjut mantan anggota DPR, bahan baku pembuatan uang kertas masih impor 100 pesen. “Karenanya pemerintah mencari strategi bagaimana konsistensi mengurangi impor. “Intinya bagaimana melakukan diversifikasi daun tembakau ini, menjadi produk lain,” terangnya.(EKJ)