SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Dalam diskusi yang digelar oleh Koordinator Wartawan Parlemen (KWP), Anggota Komisi 1 DPR, Nurul Arifin, dan Komisioner KPAI, Kawiyan, bersama-sama menyoroti pentingnya regulasi untuk melindungi anak-anak Indonesia dari dampak buruk penggunaan media sosial. Mereka menekankan bahwa di tengah perkembangan teknologi yang pesat, perlindungan anak di dunia maya menjadi isu yang semakin mendesak.
“Kami di Komisi 1 sudah sejak awal merasa sangat khawatir,” ungkap Nurul Arifin, “maraknya penggunaan platform digital tanpa pengawasan yang jelas, membuat semua orang, termasuk anak-anak, bebas mengakses konten apapun. Dampak negatifnya semakin besar, terutama terkait dengan perundungan dan paparan konten yang tidak pantas.” Menurut data yang ada, sekitar 32 juta anak Indonesia aktif di internet, dan 89% dari mereka menghabiskan waktu rata-rata 5,4 jam per hari untuk mengakses media sosial. Namun, waktu yang banyak dihabiskan anak-anak di dunia maya ini membawa sisi gelap yang tak bisa diabaikan. “48% anak-anak pernah mengalami perundungan, dan 50% lainnya terpapar konten bermuatan seksual di media sosial,” tambahnya.
Menanggapi hal ini, Komisi 1 DPR dengan tegas mendukung regulasi yang dapat membatasi akses anak-anak ke platform yang tidak sesuai dengan usia mereka. “Kami ingin ada peraturan pemerintah yang melindungi anak-anak, namun tetap memberikan mereka hak untuk belajar, berkreasi, dan berkomunikasi di dunia digital. Bukan untuk menghalangi mereka bereksplorasi, tetapi untuk melindungi mereka dari dampak buruk,” ujar Arifin. Banyak negara besar seperti Inggris, Australia, dan Jerman telah lebih dulu menerapkan pembatasan usia dalam penggunaan media sosial, dan Indonesia kini mengikuti jejak tersebut untuk mencegah kerusakan yang lebih parah.
Di sisi lain, Kawiyan dari KPAI juga menyampaikan kekhawatirannya. “Kita membutuhkan regulasi yang komprehensif, yang melindungi hak anak-anak untuk mengakses informasi dan berkreasi, namun di saat yang sama melindungi mereka dari bahaya yang bisa datang dari dunia maya,” tegas Kawiyan. Indonesia saat ini menempati posisi kedua di ASEAN dan keempat di dunia dalam hal konten pornografi di internet. Menurut Kawiyan, “Anak-anak yang tidak dilindungi oleh regulasi berisiko menjadi korban predator digital.”
Salah satu langkah penting yang dibahas adalah penentuan usia minimum bagi anak-anak untuk membuka akun media sosial. “Kami mengusulkan agar anak-anak di bawah usia 13 tahun tidak diperbolehkan memiliki akun media sosial tanpa izin dari orang tua. Jika orang tua tidak memberikan izin, maka akun tersebut tidak akan dibuat,” ujar Kawiyan. Selain itu, regulasi ini juga mewajibkan penyelenggara sistem elektronik (PSE), seperti platform media sosial, untuk memberikan edukasi kepada masyarakat, terutama orang tua, tentang risiko dan manfaat media sosial.
“Orang tua harus lebih peduli dengan apa yang anak-anak mereka akses. Tanpa pengawasan yang tepat, anak-anak bisa terpapar konten yang merusak perkembangan mereka. Ini bukan hanya soal kontrol, tetapi soal keselamatan psikologis mereka,” kata Kawiyan, menegaskan pentingnya peran orang tua dalam menjaga anak-anak dari dampak negatif dunia maya.
Beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman telah lebih dulu memiliki kebijakan ketat terkait pengawasan anak di media sosial. “Kami berharap Indonesia bisa segera mengimplementasikan kebijakan serupa yang lebih ketat dan efektif dalam melindungi anak-anak dari dampak buruk media sosial,” harap Kawiyan.
Pemerintah Indonesia bersama Komisi 1 DPR diharapkan segera merealisasikan peraturan ini untuk memberikan perlindungan yang maksimal bagi anak-anak di dunia digital, mengingat perkembangan teknologi yang begitu cepat dan tak terhindarkan.
Ayo, Suarakan Pendapatmu!
Tulis di kolom komentar! Let’s discuss! ✨
(Anton)