SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Lokakarya Akademik Fraksi Partai Golkar MPR RI, di Bandung Jawa Barat, Selasa (22/7/2025), menghasilkan kesimpulan yang tegas menyangkut penggunaan anggaran pendidikan. Sudah saatnya anggaran pendidikan sebesar 20 persen digunakan untuk membiayai program yang sesuai, peruntukannya. Bukan untuk hal-hal lain, seperti pendidikan kedinasan.
Meski terkadang sangat urgen, pendidikan kedinasan, itu sebaiknya menggunakan anggaran masing-masing lembaga yang bersangkutan. Sementara anggaran pendidikan, digunakan sebagaimana peruntukannya, sesuai amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yaitu membiayai pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Apalagi jumlah anak putus sekolah masih cukup besar, karena tidak mampu membayar biaya pendidikan, terutama didaerah 3T.
Dalam Lokakarya Akademik, itu empat Pimpinan Fraksi Partai Golkar MPR RI, ikut hadir dan menjadi narasumber. Mereka adalah Melchias Markus Mekeng, M.H. (Ketua FPG MPR RI), H. Ferdiansyah, S.E.,M.M. (Sekretaris FPG MPR RI), H. Muhamad Nur Purnama Sidi, S.Sos. (Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkat MPR RI). Juga Dr. Ir. Heitifah MPP (Anggota F Partai Golkar MPR dan Ketua Komisi X DPR RI). Serta beberapa stakeholder pendidikan, juga para dosen dan mahasiswa dari beberapa universitas di Bandung dan sekitarnya.
Kesimpulan menghindari penggunaan anggaran pendidikan 20 persen dari pendidikan kedinasan, dipicu oleh makalah yang disampikan oleh Prof. Dr. Johanes Gunawan, SH., LLM. (Akademisi Universitas Kristen Maranatha, Bandung). Dalam makalah, berjudul Restrukturisasi Anggaran Pendidikan Sesuai Pasal 31 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945, Johanes mengungkapkan bahwa, Pendidikan Kedinasan tidak diperbolehkan menggunakan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN dan APBD. Larangan tersebut sejalan dengan pasal 1 PP No 18 tahun 2022 tentang perubahan atas PP No 48 tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan. Ketentuan pasal 80 dalam PP tersebut diubah sehingga berbunyi, Anggaran Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk biaya Pendidikan Kedinasan.
“Berdasar peraturan pemerintah, itu penggunaan anggaran pendidikan untuk membiayai pendidikan kedinasan sudah tidak diperbolehkan lagi. Makanya, kalau sekarang masih ada, itu berarti menyalahi peraturan perundangan,” ungkap Johanes.
Sebelum lahirnya UU No 12 tahun 2012 tentang Dikti, Pendidikan Kedinasan diatur melalui UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang bersifat Lex Generalis. Tetapi sejak muncul UU tentang Pendidikan tinggi, yang bersifat lex specialist istilah Pendidikan Kedinasan tidak ditemukan lagi, diganti dengan sebutan PTKL. Artinya, sejak 2012 istilah pendidikan kedinasan sudah tidak eksis. Kalau sekarang istilah Pendidikan Kedinasan masih dipakai, itu juga tidak ada dasar hukumnya.
“Karena itu perlu dipikirkan kembali apakah kita masih memerlukan Pendidikan Kedinasan, karena prodi-prodinya sudah ada di perguruan tinggi. Mestinya kita patuh pada UU Dikti, yang tidak mengenal istilah Pendidikan Kedinasan. Kalau itu dilaksanakan negara akan menghemat anggaran hingga Rp 104,5 triliun, bisa dimanfaatkan untuk peningkatan mutu pendidikan dasar, menengah dan tinggi,” kata Johanes.
Mendengar penjelasan tersebut, Ketua Komisi X DPR RI Dr. Ir. Heitifah MPP, berterimakasih atas informasi yang didapat. Ia juga berjanji, pihaknya akan sangat berhati hati dalam pembahasan perubahan UU Sisdiknas. Selain itu, Komisi X bertekad mengawal secara ketat agar anggaran pendidikan digunakan sesuai peruntukannya, dan tidak menyalahi perundangan yang berlaku.
“Soal anggaran pendidikan itu memang tidak mudah. Aturannya minimal 20 persen, yang diberikan benar-benar 20 persen, kalaupun ada kelebihan itu sangat kecil. Padahal amanatnya minimal, seharusnya bisa dapat lebih besar lagi. Belum lagi masih ada Pemda yang belum memenuhi anggaran 20 persen buat pendidikan dari APBD,” ungkap Heitifah.
Yang pasti, kata Heitifah komisi X ingin menjadikan semua sekolah, memiliki mutu yang sama. Tidak seperti sekarang, terdapat gap yang lebar antara sekolah di kota dengan di wilayah 3T. Dan mengerahkan seluruh potensi pembiayaan untuk peningkatan mutu sekolah diseluruh kawasan Indonesia.
“Sehingga anggaran pendidikan 20 persen dari APBN dan APBD, bisa digunakan, untuk pendidikan. Saya sangat berterimakasih atas diskusi yang diselenggarakan oleh Fraksi Partai Golkar MPR ini. Karena akan memperkaya wawasan kita, termasuk dalam rencana perubahan UU Sisdiknas,” pungkas Heitifah.
(Anton)