SUARAINDONEWS.COM, Boroko-Rasa prihatin dan duka yang dalam atas wafatnya para tenaga kesehatan kita yang berjuang di garis terdepan melawan virus Corona. Semoga Allah swt meerima rekan rekan di sisi-Nya dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan,” ungkap LaNyalla di sela-sela kunjungannya ke Bolmut, Sulawesi Utara (17/11) siang.
Sebanyak 282 tenaga kesehatan yang wafat itu merupakan data IDI sejak awal pandemi pada Maret lalu hingga bulan November ini. LaNyalla menyebut, hal tersebut merupakan kehilangan besar bagi dunia medis, khususnya di Indonesia.
Dari 282 tenaga kesehatan terdiri dari 159 dokter (84 dokter umum, 73 dokter spesialis, serta 2 residen), 9 dokter gigi, dan 114 perawat yang menjadi korban COVID ini. Mereka berasal dari 20 IDI Wilayah (provinsi), dan 71 IDI Cabang (kota/kabupaten). Jangan sia-siakan pengorbanan mereka dengan sikap apatis warga terhadap pandemi, sebut LaNyalla.
“Diharapkan dengan sangat kepada masyarakat untuk betul-betul mematuhi protokol kesehatan. Jaga diri sendiri, jaga keluarga dan orang-orang terdekat. Menjaga diri sendiri itu artinya kita juga turut menjaga keluarga dan sesama,” tuturnya.
“Jauhi kerumunan. Jika terpaksa harus keluar terapkan jaga jarak, memakai masker, dan tidak lupa selalu mencuci tangan. Virus ini nyata. Banyak tenaga kesehatan yang tertular Corona dari pasien. Kita harus menjaga agar tidak ada lagi tenaga kesehatan yang berjatuhan akibat COVID agar mereka bisa terus memberi perawatan kepada masyarakat yang sakit,” sambung LaNyalla.
LaNyalla mengajak seluruh pihak untuk hening sejenak mendoakan para tenaga kesehatan yang gugur karena COVID. LaNyalla meminta kepada masyarakat untuk menjadikan kematian para tenaga medis ini sebagai bahan perenungan agar tidak abai menerapkan protokol kesehatan.
Terkait kasus meninggalnya tenaga kesehatan akibat COVID-19 sudah masuk pada taraf yang mengkhawatirkan. Menurut data dari IDI, jumlah kematian dokter tercatat paling banyak terjadi di Jawa Timur dengan jumlah 36 dokter. Disusul DKI Jakarta 26 dokter, Sumatera Utara 20 dokter, Jawa Barat 12 dokter, Jawa Tengah 11 dokter, Sulawesi Selatan 7 dokter, Banten 6 dokter, Bali 5 dokter, dan Kalimantan Timur 5 dokter. Kemudian Aceh 5 dokter, Riau 4 dokter, Kalimantan Selatan 4 dokter, Sumatera Selatan 3 dokter, Kepulauan Riau 3 dokter, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) 2 dokter, Nusa Tenggara Barat 2 dokter, Sulawesi Utara 2 dokter, Papua Barat 1 dokter, Sumatera Barat 1 dokter, Bengkulu 1 dokter, dan masih ada satu dokter menunggu verifikasi.
Pemda harus betul-betul memberi perhatian mengenai masalah ini. Apalagi berdasarkan data IDI, 159 dokter yang meninggal ini justru kebanyakan bekerja di rumah sakit non-rujukan pasien COVID. Dari survei IDI pun diketahui ada 28% dokter di Jawa Timur meninggal karena COVID dari praktek pribadi. Kemudian sebanyak 22% lainnya dari Puskesmas.
IDI menegaskan, seluruh tenaga kesehatan berisiko terpapar Corona di seluruh tingkat fasilitas kesehatan. Ini juga jadi pekerjaan rumah besar bagi senator-senator, khususnya senator yang daerah asal pemilihannya terdapat kasus Corona tinggi. Harus ada peran aktif para senator agar ambil bagian secara nyata memutus mata rantai penyebaran COVID, tegas LaNyalla.
Senator juga harus terus melakukan sosialisasi, turun ke lapangan mengimbau kepada masyarakat agar disiplin protokol kesehatan dan jauhi kerumunan. Sekaligus untuk mengingatkan terus kepala daerah di dapil masing-masing agar tidak lengah dalam menangani pandemi Corona,” tutup LaNyalla.
(*tjoek