SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengingatkan penyidik Polri untuk bisa membuktikan adanya dugaan tindak pemerasan yang dilakukan mantan Ketua KPK Firli Bahuri hingga bisa ditetapkan sebagai tersangka dan dibuktikan di pengadilan.
Hal ini jadi salah satu poin yang disampaikan Yusril kepada penyidik dalam pemeriksaannya sebagai saksi yang meringankan untuk Firli Bahuri di Markas Badan Reserse Kriminal Polri, Jakarta, Senin (15/1/2024).
“Jadi, harus dibuktikan, apa betul ada pemaksaan? Apa betul Pak Yasin itu dipanggil terus dimintai sesuatu, diperas sehingga Pak Yasin itu dalam suasana ketakutan dan khawatir menyerahkan sesuatu kepada Pak Firli, dan itu harus dibuktikan,” kata Yusril.
Ia menjelaskan Pasal 12 dan Pasal 12 E Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang diterapkan penyidik Polri kepada Firli Bahuri merupakan produk hukum yang dirinya ikut dalam penyusunannya.
Pasal pemerasan dan gratifikasi belum masuk dalam undang-undang korupsi, tetapi berada dalam KUHP. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, pemerasan menjadi tindak pidana khusus yang masuk tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pegawai pemerintahan atau pejabat negara.
“Jadi, Pasal 12 itu terkait dengan pemerasan. Itu ada unsur kekerasan memaksa seseorang untuk menyerahkan sesuatu kepada orang yang memaksa dan dia berjanji akan melakukan sesuatu yang lain daripada kewenangannya,” kata Yusril.
Oleh karena itu, dugaan pemerasan yang ditersangkakan kepada Firli Bahuri perlu dibuktikan oleh penyidik.
Menurut Yusril, dari sekian banyak saksi yang telah diperiksa, belum ada satu pun saksi yang menerangkan adanya tindak pidana pemerasan tersebut. “Kemudian ada foto,” tambahnya.
Foto itu, lanjut Yusril, tidak menerangkan apa-apa dalam perkara tersebut karena dibuat tahun 2022 sebelum SYL (mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo) ditetapkan sebagai tersangka dalam penyelidikan maupun penyidikan yang dilakukan KPK.
“Dan foto itu tidak menerangkan apa-apa, ya foto begitu aja. Dalam foto itu tidak ada kelihatan satu orang memeras yang lain, itu enggak ada. Foto ya foto aja,” papar Yusril.
Makanya, jelas Yusril, foto tersebut harus didukung oleh alat bukti yang lain, seperti ada keterangan saksi yang melihat, mendengar dan mengetahui apa yang dibicarakan orang pada waktu Firli Bahuri dan SYL bertemu.
“Karena foto itu tahun 2022 ketika belum ada penyelidikan dan penyidikan terhadap Pak Yasin. Jadi, pemerasan itu agaknya tidak mungkin terjadi,” ujarnya.
Mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia itu menekankan bahwa gratifikasi harus dibuktikan. “Pemberian apa yang dijanjikan oleh Firli kepada SYL, dalam bentuk apa. Apakah dalam bentuk uang atau dalam bentuk diskon dan lainnya? Haruslah dibuktikan oleh penyidik, serta di mana terjadi pemerasan tersebut,” ujarnya.
Yusri menambahkan tindak pemerasan yang disangkakan penyidik belum terbukti berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam sidang praperadilan Firli Bahuri.
Ia menekankan bahwa dua alat bukti permulaan yang cukup yang dimaksudkan KUHAP harus betul-betul mempunyai kualitas, ada keterangan bahwa tersangka melakukan pemerasan dan ada keterangan bahwa tersangka meminta gratifikasi.
“Tetapi, kalau sekadar ada kesaksian banyak orang yang menerangkan, tetapi tidak menerangkan inti persoalan, saksi itu tidak ada gunanya,” katanya.
Yusri mencontohkan saat dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dengan menyodorkan bukti kuitansi yang sudah ditandatangani, tetapi bukan oleh dirinya.
“Waktu itu disodorkan kepada saya kuitansi yang warna kuning, merah jambu, dan ada orang tanda tangan, yang menandatangani itu bukan saya, orang lain. Saya bilang ini bukti apa,” kata Yusril.
Mantan anggota DPR/MPR RI itu menegaskan bahwa alat bukti harus tersambung dengan pembuktian di pengadilan, bukan sekadar memenuhi syarat sudah ada dua saksi yang menerangkan dan sudah ada foto.
“Saya kira tidak cukup dijadikan alat bukti,” ujarnya.
Poin lain yang disampaikan Yusri Ihza Mahendra dalam keterangannya kepada penyidik terkait penetapan Firli Bahuri sebagai tersangka adalah sebelum ditetapkannya seseorang menjadi tersangka harus diperiksa sebagai calon tersangka menurut keputusan Mahkamah Konstitusi agar keterangannya sebagai calon tersangka menyambung dengan keterangannya pada saat menjadi terdakwa di pengadilan.
“Kalau keterangan dia tidak nyambung, dia juga tidak bisa dijadikan tersangka. Itu hal yang saya tekankan,” ujar Yusril. (ANT/Akhirudin).