SUARAINDONEWS.COM, Malang — Perayaan karnaval yang seharusnya meriah berubah jadi keributan di Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun, Kota Malang. Semua gara-gara satu hal: suara sound system yang terlalu “horeg”—alias terlalu keras dan bertenaga tinggi. Insiden ini terjadi pada Minggu siang, 13 Juli 2025, saat salah satu peserta karnaval lewat di depan rumah warga.
Menurut keterangan polisi, kericuhan bermula saat RM (55), salah satu warga setempat, merasa terganggu dengan volume sound system dari peserta karnaval nomor urut 2. RM yang saat itu tengah merawat anaknya yang sedang sakit, langsung menegur peserta karnaval. Ia bersama suaminya, MA (57), meminta agar sound system dimatikan.
“Pemicu utamanya karena suara sound system terlalu keras. Salah satu warga merasa terganggu karena anaknya sedang sakit,” kata Kasihumas Polresta Malang Kota, Ipda Yudi Risdiyanto, Senin (14/7).
Teguran ini rupanya berbuntut panjang. MA, sang suami, sempat keluar rumah dan mendorong salah satu peserta karnaval. Aksi dorong-dorongan itu langsung memicu ketegangan. Tak terima temannya didorong, sejumlah peserta karnaval lainnya ikut terlibat dan sempat menyerang MA hingga mengalami luka di bagian pelipis.
“Karena mengetahui temannya didorong, peserta lain tidak terima. Akhirnya terjadi pemukulan,” ujar Yudi.
Tak butuh waktu lama, peristiwa itu viral di media sosial. Salah satu video yang diunggah akun Instagram @malangraya_info memperlihatkan suasana memanas, adu mulut, hingga bentrokan kecil antara warga dan panitia karnaval. Netizen pun langsung membanjiri kolom komentar—ada yang menyalahkan sound system, ada pula yang mempertanyakan izin acara.
Meski sempat membuat laporan ke polisi atas dugaan penganiayaan, MA kemudian memutuskan mencabut laporan tersebut. Lewat proses mediasi yang dimediasi Kelurahan Mulyorejo dan kepolisian, kedua belah pihak sepakat berdamai secara kekeluargaan.
“Sudah ada kesepakatan damai. Bahkan peserta karnaval juga bersedia memberikan ganti rugi sesuai permintaan korban,” tambah Yudi.
Insiden ini menjadi pengingat penting bagi panitia acara dan masyarakat: bahwa semangat merayakan budaya harus tetap mengedepankan kenyamanan bersama. Apalagi jika ‘suara horeg’ justru berujung ‘suara ribut’.
Sound Horeg, istilah gaul untuk sistem suara berdaya tinggi yang sering digunakan dalam karnaval atau parade, kini tengah jadi sorotan. Meski memicu semangat dan kemeriahan, penggunaannya tetap harus memperhatikan situasi dan kondisi lingkungan sekitar—apalagi kalau melewati rumah warga yang butuh ketenangan.
(Anton)