SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Riyanta, Ketua Umum Gerakan Jalan Lurus, menekankan pentingnya reformasi Polri dan menyampaikan pandangannya terkait reforma agraria yang belum terwujud dengan baik. Menurutnya, keduanya merupakan masalah krusial yang harus segera diselesaikan demi kemajuan Indonesia.
Reformasi Polri: Fokus pada Keamanan Negara
Riyanta menyatakan bahwa Polri perlu diperbaiki dan difokuskan pada fungsi utama sebagai penjaga keamanan dalam negeri. Dia menilai bahwa selama ini Polri terbebani dengan tugas yang sangat luas, mulai dari pelayanan masyarakat seperti SIM, STNK, dan BPKB hingga urusan penyelidikan dan penyidikan.
“Polri didesain untuk menjadi alat keamanan negara. Karena itu, fungsi reserse sebaiknya dipisahkan dalam Badan Penyelidik dan Penyidik Nasional. Begitu juga pelayanan SIM, STNK, dan BPKB bisa dialihkan ke Badan Registrasi dan Identifikasi Nasional,” ujar Riyanta, Senin (30/9/2025).
Riyanta juga menegaskan bahwa ini bukan kritik terhadap Polri secara personal, melainkan sebagai langkah untuk membangun institusi yang lebih profesional dan bebas dari politik praktis. Ia berharap agar Polri tidak terlibat dalam politik praktis yang bisa merusak integritasnya.
Reforma Agraria: Masalah yang Belum Tuntas
Mengenai reforma agraria, Riyanta mengatakan bahwa wacana mengenai hal ini telah bergulir sejak Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, namun hingga kini, belum ada realisasi yang signifikan. Menurutnya, masalah tanah dan sumber daya alam yang seharusnya dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat masih belum terselesaikan dengan baik.
“Sampai hari ini reforma agraria masih sebatas wacana. Masalah tanah, seperti tanah ulayan, tanah milik masyarakat, termasuk transmigrasi, masih belum ada solusi yang nyata,” tegas Riyanta.
Ia mengusulkan agar masalah pertanahan dikelola oleh satu lembaga yang terkoordinasi dengan baik, bukan oleh banyak kementerian yang memiliki kebijakan berbeda. Dengan cara ini, penataan pertanahan dapat menjadi lebih mudah dan tidak tumpang tindih.
Alih Fungsi Lahan: Butuh Kejelasan
Riyanta juga menyinggung soal alih fungsi lahan, yang menurutnya jika dilakukan dengan pertanggungjawaban yang jelas dan tidak merusak konservasi alam, tidak ada masalah. Ia mengkritik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang turut berbicara soal ketahanan pangan, yang seharusnya menjadi tugas Kementerian ATR/BPN.
“Tidak perlu KPK ikut campur dalam soal ketahanan pangan. Itu tugas Kementerian Pertanian dan BPN. Apalagi soal alih fungsi lahan yang masih harus diawasi agar tidak merusak alam,” jelas Riyanta.
Masalah Kepailitan: Kejahatan yang Tersembunyi
Lebih lanjut, Riyanta mengungkapkan adanya potensi kejahatan terkait proses kepailitan. Ia menduga adanya kolaborasi antara oknum perbankan, kurator, dan hakim pengawas dalam menghabiskan harta debitur yang nilainya jauh lebih besar daripada utang yang ada. Ia mendesak agar Undang-Undang Kepailitan diperbaiki agar kasus serupa tidak terulang.
“Aset debitur yang seharusnya dilindungi justru habis karena penyalahgunaan wewenang. Saya meminta DPR dan Presiden untuk segera merevisi Undang-Undang 37/2004 tentang Kepailitan agar kejahatan ini bisa dihentikan,” ungkap Riyanta.
Pembangunan Infrastruktur Kesehatan dan Pendidikan
Riyanta juga menyarankan agar perhatian lebih diberikan pada sektor kesehatan dan pendidikan. Ia menilai program makan siang bergizi yang digulirkan saat ini kurang efektif dan harus diganti dengan pembangunan fasilitas kesehatan dan penambahan tenaga medis. Ia juga mengungkapkan bahwa rumah sakit di beberapa daerah seperti Jawa Tengah dan Yogyakarta sudah penuh dan tidak mampu menampung pasien.
“Lebih baik membangun rumah sakit dan menambah dokter spesialis daripada terus-menerus fokus pada program makan siang yang tidak jelas,” kata Riyanta.
Keberlanjutan Reformasi Polri dan TNI
Riyanta mengingatkan bahwa reformasi Polri dan TNI tidak hanya berhenti pada perubahan struktural, tetapi harus mencakup tugas-tugas inti yang lebih jelas. Ia mendukung langkah Presiden Prabowo Subianto yang ingin memperbaiki Polri, namun ia menekankan bahwa hal tersebut harus melibatkan seluruh partai politik agar tidak hanya menjadi bagian dari agenda politik.
“Jangan sampai Polri dan TNI terjebak dalam politik lima tahunan. Mereka harus menjadi stabilisator negara yang menjaga keamanan dan pertahanan negara,” ujar Riyanta.
Rekomendasi untuk Pemerintah dan DPR
Riyanta berharap agar pemerintah dan DPR segera melakukan langkah konkret untuk menuntaskan reformasi Polri dan reforma agraria. Ia juga mengajak masyarakat untuk terus mendukung kebijakan yang berfokus pada kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial.
“DPR, Presiden, dan partai politik harus bekerja sama untuk menyusun undang-undang yang lebih baik untuk Polri, TNI, dan pertanahan. Jangan sampai kebijakan ini terhenti hanya karena faktor politik,” pungkas Riyanta.
Dalam menghadapi masalah keamanan dan pertanahan, Riyanta mengajak semua pihak untuk bertindak cepat dan tepat. Reformasi yang terarah akan membawa Indonesia menuju negara yang lebih sejahtera, adil, dan berkeadilan. Ke depannya, diharapkan adanya penataan dan perbaikan sistem untuk menyelesaikan persoalan-persoalan ini secara menyeluruh.
(Anton)