SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Sempat di skorsing selama dua jam, Sidang Paripurna DPR RI setelah melewati pandangan Fraksi-Fraksi tentang Presidential Threshold, akhirnya disahkan (malam 20/7). DPR RI pun mensahkan RUU Pemilu yang menetapkan keberadaan presidential treshold 20 persen. Secepat mungkin setelah RUU ini ditandatangani oleh Presiden dan dimuat dalam lembaran negara,
Seperti diketahui saat diskorsing fraksi PDIP Mendukung Ambang Batas 20%, fraksi Golkar masih Mengambang, fraksi Gerindra menolak Ambang batas, fraksi demokrat Demokrat menolak Ambang batas, fraksi PAN Mengambang, fraksi PKB Mengambang (dengan catatan ambang batas tidak melanggar Konstitusi), fraksi PKS menolak Ambang batas, fraksi PPP mendukung Ambang Batas 20%, fraksi Nasdem dan Hanura mendukung Ambang Batas 20%.
Atas ditetapkannya Presidential Threshold 20% tersebut Yusril Ihza Mahendra, pakar Tata Negara, lalu mengajukan Permohonan Pengujian Undang-Undang (Judicial Review) ke Mahkamah Konstitusi. Yusril segera menyusun argumen konstitusional untuk menunjukkan bahwa keberadaan Presidential Treshold dalam pemilu serentak bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) jo Pasal 22E ayat (3) UUD 45.
Pasal 6A ayat (2) itu mengatakan “Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum “. Jadi pemilihan umum yang mana yang pesertanya partai politik? Jawabannya ada pada Pasal 22E ayat 3 UUD 45 yang mengatakan bahwa Pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD.
Sehingga pengusulan capres dan cawapres oleh parpol peserta pemilu itu harus dilakukan sebelum pemilu DPR dan DPRD. Baik pemilu dilaksanakan serentak maupun tdk serentak, dan apalagi presidential treshold mestinya tidak ada, jelas Yusril.
Apalagi pemilu serentak, yang perolehan kursi anggota DPRnya belum diketahui bagi masing-masing partai. Dengan memahami dua pasal UUD 45 seperti itu, maka tidak mungkin presidential treshold akan menjadi syarat bagi parpol dalam mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Mudah-mudahan Mahkamah Konstitusi sebagai “pengawal penegakan konstitusi” di negeri ini akan tetap jernih dalam memeriksa permohonan pengujian UU Pemilu ini. Harapannya MK tetap tidak dapat diintervensi oleh siapapun.
Yusril meyakni bahwa Presidential Treshold 20 persen sebenarnya bukan kepentingan Jokowi, tapi kepentingan partai-partai pendukung Jokowi. Partai-partai itu sesungguhnya tidak punya kepentingan apapun dengan Jokowi, tapi nanti Jokowilah yang berkepentingan dengan mereka agar dapat dukungan Presidential Treshold 20 persen.
Dengan kata lain, Jokowi harus deal dengan “harga tinggi” terhadap partai-partai itu. Andaikata pun Jokowi baru memiliki 17 persen dukungan, maka diapun harus deal lagi dengan partai kecil yang punya suara 3 persen kursi di DPR. Dikhawatirkan Jokowi kurang paham dengan permainan partai-partai pendukung ini.
Dimana pada akhirnya memposisikan dirinya terjebak dalam deal-deal yang bisa saja hanya menguntungkan partai-partai pendukungnya, tapi tidak menguntungkan bagi bangsa dan negara. Deal tersebut bisa berbagai macam bentuknya, mulai dari materi, bagi-bagi jabatan mulai dari menteri, dubes, komisi-komisi negara sampai direksi dan komisaris BUMN. Bahkan makin banyak deal yang dilakukan, maka makin banyak pula orang-orang tidak kompeten mengisi jabatan-jabatan publik, yang potensial menjerumuskan bangsa dan negara ini.
(tjo; foto ist