SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Mukhamad Misbakhun, menilai penunjukan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan oleh Presiden Prabowo Subianto membawa harapan baru bagi perekonomian Indonesia. Ia menyebut, meski sempat muncul keraguan publik setelah pergantian dari Sri Mulyani, pasar justru menunjukkan respons positif.
“Dalam hitungan belum satu minggu, harga saham mencapai titik tertinggi di atas 8.000, rupiah stabil, dan surat utang negara juga tidak menimbulkan gejolak,” kata Misbakhun dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk Menteri Keuangan Baru, Harapan Baru Menata Ekonomi Indonesia, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (18/9/2025).
Menurut Misbakhun, kekhawatiran bahwa ekonomi Indonesia akan goyah tanpa Sri Mulyani terbukti tidak terjadi. Ia menilai Purbaya memiliki kapasitas intelektual, pengalaman panjang di bidang ekonomi, serta kemampuan menangkap visi Presiden Prabowo.
Lebih jauh, Misbakhun menekankan bahwa keberhasilan Purbaya ke depan terletak pada kemampuannya menawarkan desain baru kebijakan fiskal, terutama dalam mendukung target Prabowo mewujudkan APBN berdaulat dan berpihak pada kesejahteraan rakyat.
“Yang kita tunggu adalah apa tawaran baru dari Pak Purbaya. Bagaimana desain fiskal Indonesia ke depan agar bisa mewujudkan visi presiden, termasuk wacana APBN zero defisit,” ujarnya.
Misbakhun juga menyoroti kebijakan Kemenkeu menempatkan dana pemerintah Rp200 triliun di bank-bank Himbara. Menurutnya, langkah itu sah secara hukum dan menjadi instrumen memperkuat likuiditas perbankan sekaligus menjawab isu kelangkaan dana di pasar.
Ia juga mengingatkan tantangan tingginya imbal hasil surat utang Indonesia yang masih di kisaran 6–7 persen, lebih tinggi dibanding negara ASEAN lain. “Padahal kepercayaan internasional terhadap Presiden Prabowo sangat kuat. Ini perlu dijawab dengan kebijakan fiskal yang lebih strategis,” tegasnya.
Misbakhun menambahkan, posisi Menteri Keuangan bukan hanya soal fiskal, tetapi juga peran penting dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) bersama BI, OJK, dan LPS.
Pengamat ekonomi dari Prasasti Center, Piter Abdullah, menilai langkah awal Purbaya mampu menjawab kekhawatiran pasar sekaligus membuka harapan baru bagi perekonomian.
“Setiap kali ada pergantian menteri keuangan, pasar pasti bergejolak. Tapi gejolak itu biasanya jangka pendek, dan kali ini pasar cepat kembali normal. Bahkan bukan hanya karena Pak Purbaya, tapi juga ditopang kebijakan BI dan The Fed yang menurunkan suku bunga,” kata Piter dalam Forum Legislasi di DPR.
Piter menilai hadirnya Purbaya sekaligus mematahkan mitos bahwa Sri Mulyani tidak tergantikan. Ia menyebut Sri Mulyani selama 10 tahun terakhir terlalu fokus pada disiplin fiskal, namun minim terobosan untuk mendorong pertumbuhan lebih tinggi.
“Saya punya setumpuk kritik terhadap Bu Sri. Tidak ada prestasi berarti selain disiplin fiskal. Kritik yang sama pernah disampaikan almarhum Faisal Basri—bagaimana mungkin menteri keuangan terbaik dunia, tapi beban bunga utang Indonesia lebih tinggi dari Vietnam, padahal profil risiko kita lebih baik,” jelasnya.
Menurut Piter, sifat fiskal seharusnya mendorong pertumbuhan (ngegas), sementara moneter menjadi rem penyeimbang. Namun, kebijakan fiskal selama ini kurang berani dalam ekspansi yang bisa memicu pertumbuhan ekonomi lebih tinggi.
Piter juga menyoroti pernyataan Purbaya soal kondisi likuiditas perekonomian yang “kering”. Data menunjukkan rasio M2 terhadap PDB Indonesia hanya sekitar 40%, jauh di bawah Malaysia, Thailand, hingga China dan Jepang yang mencapai 125–200%.
“Kalau likuiditas perbankan kita sebenarnya ample, bahkan berlimpah. Tapi persoalannya bank tidak menyalurkan kredit. Pertumbuhan kredit hanya 7–8%, jauh di bawah potensi. Jadi ibarat halaman rumah kering kerontang, tapi di tengahnya ada kolam penuh air—airnya tidak disiram ke perekonomian,” ujarnya.
Terkait kebijakan pemindahan dana pemerintah dari BI ke bank-bank, Piter menilai langkah itu positif namun belum cukup. Efektivitasnya tetap bergantung pada permintaan kredit yang masih rendah.
“Ini langkah awal yang baik, tapi tidak cukup. Harus ada dukungan kebijakan moneter yang lebih longgar—dan kemarin BI sudah turunkan suku bunga acuan ke 4,75%. Lalu, yang terpenting, kebijakan sektoral seperti deregulasi dan kemudahan perizinan untuk mendorong investasi,” jelasnya.
Piter menutup dengan optimisme: “Pak Purbaya membuka cakrawala baru. Tantangannya memang berat, tapi kalau disinergikan dengan kebijakan BI dan sektor riil, ini bisa menjadi momentum kebangkitan ekonomi Indonesia.”
(Anton)