SUARAINDONEWS.COM, Papua Selatan-Adalah P.Felix Amias, MSC, Tokoh Masyarakat yang berasal dari daerah Asiki dan Getentiri, yang lahir, besar, dan keluarga semua ada di sana. Hutan mereka bersebelahan dengan areal PT. Korindo, selain kerap juga menjadi rebutan beberapa perusahaan yang tak jelas sampai hari ini.
Bahkan sejak tahun 1960an – 1970an, masyarakat disana kerap mengalami kesulitan. Maka harus diakui bahwa sekarang ada banyak hal baru yang menjadi sumbangan positif keberadaan PT. Korindo untuk masyarakat. Baik lapangan pekerjaan, jaringan telekomunikasi, sekolah dan rumah sakit (boleh dikatakan yang terbaik di Kabupaten Boven Digoel, red) serta perputaran ekonomi kerakyatan, ujar P.Felix Amias.
Apalagi disaat ini, orang lain mungkin kesulitan keuangan dan kelaparan di saat virus korona, sedangkan di sana masyarakat baik baik saja (kecuali kalau pemalas, red), imbuhnya.
Seperti diketahui, sejak awal November 2020 beredar video BBC News Indonesia dan jaringannya menyoroti aktifitas perkebunan sawit PT. Korindo di wilayah Papua Selatan, khususnya Asiki di wilayah Kabupaten Boven Dogoel dan Mam di wilayah Kabupaten Merauke. Bahkan BBC News Indonesia pun menulis dalam KOMPAS.com (12/11) dengan menampilkan gambar atau foto yang melukiskan pelanggaran hukum dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) disana.
Padahal, lanjut P.Felix Amias, selama empat bulan terakhir (Juli Agustus September Oktober 2020), dirinya tak melihat aktifitas PT. Korindo seperti dilukiskan dalam video BBC News Indonesia dan juga artikel dalam KOMPAS.com, tersebut.
“Kalau memang membela bertujuan membela kepentingan rakyat dengan alasan masyarakat jangan kehilangan hutan. Dan hutan itu juga merupakan paruparu dunia maka seharusnya semua perusahaan yang ada di sekitar sana mestinya disoroti semuanya,” jelas P.Felix Amias.
Tambahnya, kalau hanya menyoroti PT. Korindo dan membiarkan yang lain dengan bebas membuka perkebunan maka terlalu jelas bahwa hal itu tidak benar benar membela rakyat. Tetapi hanya memanipulasi rakyat untuk kepentingan sendiri. Lantaran pula, gambar gambar dalam video dan terutama dalam artikel itu terkesan manipulatif untuk menggiring opini publik agar percaya ada pelanggaran hukum dan HAM.
P.Felix Amias MSC mencatat bahwa gambar pembukaan lahan (landclearing) hingga kelihatan tanah itu sudah lama di media (sekitar tahun 2011). Sekarang sudah ditanami sawit dan sudah produksi. Sehingga tak ada pembukaan lahan baru yang seperti itu. Itu gambar lama yang terus jadi bahan propaganda. Begitu pula foto tumpukan kayu mol (terkesan dari tempat lain, red) yang terbengkalai begitu saja. Padahal PT. Korindo mempunyai pabrik ply wood. Pasti kayu itu dipakai.
Bahkan P.Felix Amias mencurigai gambar yang di video dan artikel yang dirilis BBC News Indonesia sepertinya mirip, bahwa gambar itu diambil dari Wisibino. Seperti diketahui, Felix pada Januari 2020 bersama teman LSM datang ke lahan baru yang dibuka PT. Bumi Mitra Mardaya (BMM). Terletak antara kampung Anggai dan Getentiri, tempat itu namanya Wisibino.
Kayunya tertumpuk seperti itu dan banyak yang mulai membusuk, rupanya perusahaan ini kehabisan modal sehingga belum berjalan. Gambar yang diambil dengan drone itu pun masih disimpannya. BBC News Indonesia mestinya memberi keterangan gambar itu diambil di lokasi mana dan kapan pengambilan gambarnya.
Selanjutnya juga, gambar masyarakat di rumah gubuk sebelah sungai Digoel di depan Asiki, lanjut Felix, itu bukan pemilik dusun yang diusir PT. Korindo. Mereka orang orang dari kampung sekitar yang datang tinggal di sebelah Digoel untuk ternak babi. Karena salah satu rumah gubuk di situ adalah saudaranya, adik kakak kandung dengan orangtuanya, yaitu Yustina Kemon, yang bersama suaminya tinggal menumpang di situ untuk ternak babi.
Bahkan dalam video nampak seorang ibu sedang menari dengan pakaian adat, Felix yang juga bersuku Auyu memastikan bahwa perempuan itu berasal dari suku Auyu nampak dari pakaian adat dan cara menarinya.
“PT. Korindo di tanah Auyu itu hanya di Getentiri yang disebut POP B, kadang ada persoalah kecil tetapi dapat diatasi. Terakhir (akhir tahun lalu) terjadi pemalangan tapi sudah diselesaikan. Intinya, kami orang suku Auyu tak ada masalah dengan PT. Korindo karena kebanyakan hutan kami tak menjadi konsesinya, sehingga apa maksudnya menaruh perempuan suku Auyu menari di situ?”, tanya P.Felix Amias.
Hal lain yang menganggunya pula yakni saat membaca di KOMPAS.com, pihak Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) menulis tentang ‘Ganti Rugi Tanah di Boven Digoel Papua Selatan 100.000 rupiah per Hektar’. Karena Felix tahu itu tidak ada istilah “Ganti Rugi” tetapi yang dikenal itu “Uang Pelepasan Tanah atau Tali Asih.”
Uang “ganti rugi” mengandung pengertian setelah dikasih 100.000 rupiah masyarakat tak berhak dapat apa apa lagi dari perusahaan, ya tentu ini bukan seperti itu, tegas Felix. Sementara uang “Pelepasan Tanah atau Tali Asih” itu mengandung pengertian “ikatan” antara perusahaan dan masyarakat untuk bersama mengelola tanah ini. Karena masyarakat masih mempunyai hak untuk mendapatkan bantuan dari perusahaan ketika perusahaannya berjalan. Perusahaan mempunyai kewajiban CSR (Corporate Social Responsibility), membangun fasilitas publik, membangun kebun plasma bagi pemilik tanah, menyekolahkan anak anak tuan dusun, dan lainnya. Itu yang lagi berjalan di PT. Korindo sampai saat ini. Bahkan yang mengaku tuan dusun itu ada jaminan bulanannya.
“Saya tidak melihat, bahwa video yang dirilis BBC News Indonesia ini untuk membela kepentingan rakyat, karena terlihat banyak manipulasi gambar, dan itu artinya lebih untuk kepentingan sendiri. Dan ada banyak perusahaan lain yang bertetanggaan dengan PT. Korindo. Kenapa hanya PT. Korindo yang menjadi sorotan dan kritikan sementara yang lain tidak disorot. Saya melihat ini lebih karena ada persaingan bisnis dan bukan murni membela masyarakat,” tanya Felix gusar.
Bagi P.Felix Amias MSC, PT. Korindo telah membawa banyak kemudahan bagi kami. Anda semua dari luar hanya pergi beberapa saat lalu memberi komentar yang kontra produktif. Sementara PT. Korindo dan kami masyarakat yang tinggal di sana, dari hari ke hari, bulan ke bulan, dan tahun pun silih berganti. Kami yang mengalami susah dan senang di sana, bukan kamu, ungkapnya memgingatkan.(*tjoek