SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Anggota DPR RI, Novita Hardini, kembali menyuarakan keprihatinannya atas wacana pemerintah untuk menghapus kuota impor, yang menurutnya bisa membawa dampak destruktif bagi ekonomi Indonesia, terutama bagi UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Politisi dari Fraksi PDI Perjuangan ini menilai bahwa penghapusan kuota impor tanpa pengawasan ketat akan mengancam keberlangsungan industri lokal dan memperburuk keseimbangan ekonomi negara.
“Ini bukan hanya sekedar kebijakan, tetapi ancaman nyata bagi ekonomi Indonesia. Jika kuota impor dihapus, kita akan menghadapi gelombang produk murah yang merusak pasar. Bukan hanya industri besar, tetapi UMKM akan menjadi korban pertama,” kata Novita dengan tegas. Menurutnya, kebijakan ini bisa mengarah pada persaingan yang tidak sehat, di mana produk lokal kalah saing dengan barang impor yang lebih murah dan berkualitas rendah.
Bagi Novita, “Tsunami” produk impor yang datang tanpa batasan ini berisiko mematikan usaha kecil yang sudah kesulitan bertahan di tengah persaingan ketat. Efek domino dari kebijakan tersebut, menurutnya, akan menggulung UMKM, yang pada akhirnya bisa memicu gelombang PHK massal dan memperburuk tingkat pengangguran di tanah air.
Novita juga menegaskan bahwa kebijakan ini berpotensi menciptakan defisit neraca perdagangan yang lebih besar. “Jika produk impor memenuhi pasar dengan harga yang sangat murah, sementara produk lokal gagal bersaing, kita bisa melihat krisis ekonomi yang lebih dalam, dengan pendapatan nasional yang semakin tergerus,” ujarnya.
Industri Lokal Tergilas, UMKM Terancam Gulung Tikar
Novita tidak hanya melihat ancaman terhadap industri besar, tetapi lebih dari itu, UMKM yang selama ini menggerakkan roda perekonomian Indonesia, justru akan menjadi pihak yang paling tertekan. Dengan harga produk impor yang lebih murah, daya saing produk lokal akan semakin menurun. Tanpa proteksi yang memadai dari pemerintah, nasib UMKM akan semakin suram.
“Penghapusan kuota impor ini seperti memberi jalan bagi barang asing untuk mengambil pasar lokal kita. Ini tidak hanya akan mematikan UMKM, tetapi juga akan mengancam kesejahteraan jutaan keluarga yang bergantung pada sektor ini,” tambah Novita, yang juga merupakan satu-satunya legislator perempuan dari Dapil 7 Jawa Timur.
Meski ada beberapa potensi positif, seperti beragam pilihan barang dan dorongan inovasi produk, Novita menilai manfaat jangka panjang ini lebih menguntungkan konsumen ketimbang pelaku usaha lokal. “Apa yang baik untuk konsumen, belum tentu baik untuk perekonomian kita. Kita harus fokus pada keberlanjutan usaha lokal dan perlindungan terhadap para pekerja,” tandasnya.
Solusi Kebijakan Protektif yang Dibutuhkan
Sebagai solusi, Novita menekankan pentingnya kebijakan protektif yang jelas dan nyata dari pemerintah untuk melindungi sektor industri lokal. “Pemerintah harus hadir dengan kebijakan yang jelas, seperti memberikan subsidi dan insentif kepada UMKM, serta mengadakan kampanye nasional untuk mempromosikan produk lokal. Kita juga perlu menetapkan **standar mutu impor dan membatasi barang-barang yang masuk, terutama barang yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri,”** katanya.
Novita menegaskan bahwa Indonesia bukanlah negara liberal yang menerima segala kebijakan pasar tanpa ada pengawasan dan regulasi yang tegas. Negara harus bisa melindungi industri lokal dan memastikan keberlanjutan ekonomi yang adil dan berdaulat.
“Ini saatnya bagi pemerintah untuk bertindak tegas. Jangan sampai kebijakan yang niatnya untuk menguntungkan konsumen, justru menghancurkan UMKM dan perekonomian nasional,” ujar Novita, menutup pernyataannya.
Dengan ketegasan ini, Novita Hardini jelas menentang penghapusan kuota impor jika tidak ada langkah protektif yang tepat untuk menjaga keseimbangan ekonomi dan keberlangsungan UMKM Indonesia. Apakah pemerintah akan mendengarkan suara kritis ini atau terus memaksakan kebijakan yang berisiko tinggi? Hanya waktu yang akan menjawab.
(Anton)